Liputan6.com, Jakarta - Kekerasan berbasis gender (GBV) terus membayangi, termasuk di masa pandemi COVID-19. Penemuan fenomenanya merujuk pada studi yang dilakukan United Nations Development Programme (UNDP) dan Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab South East Asia (J-PALSEA).
Bertajuk "Memahami Kesejahteraan dan Penghidupan Masyarakat Saat Pandemi COVID-19 di Indonesia,” berdasarkan keterangan pers pada Liputan6.com, Rabu, 10 Maret 2021, studi ini bermaksud memahami dampak pandemi terhadap kekerasan berbasis gender dan pekerjaan mengasuh anak yang tidak dibayar.
Studi tersebut dilakukan secara daring dan melalui wawancara telepon pada Oktober--November 2020 pada lebih dari seribu responden, di mana 46,5 persen di antaranya adalah perempuan. Mereka berasal dari Jawa, Bali, Sumatra, dan Kalimantan.
Baca Juga
Advertisement
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa delapan persen perempuan kehilangan pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan, sementara persentase pria yang menganggur lebih tinggi, yaitu 15,2 persen. Sebanyak 53 persen responden tercatat kehilangan pekerjaan karena tekanan ekonomi akibat pandemi.
Masa krisis kesehatan global juga memengaruhi kesehatan mental dan menyebabkan konflik keluarga karena terlalu lama berada di dekat satu sama lain, selain tekanan pengangguran dan stres.
Pekerjaan mengasuh anak yang tidak dibayar pun terdistribusi secara tidak merata di rumah. Perempuan menghabiskan lebih dari tiga jam untuk mengasuh anak dibandingkan laki-laki yang melakukannya di bawah dua jam sehari.
"Studi tersebut mengonfirmasi kenyataan bahwa perempuan terdampak secara tidak proporsional oleh situasi seperti pandemi, terutama dalam pekerjaan dan tugas mengasuh anak," kata Prani Sastiono, Wakil Kepala Grup Kajian Ekonomi Digital dan Ekonomi Tingah Laku, LPEM FEB UI, yang memimpin studi tersebut,
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pencegahan Tetap Jadi Langkah Paling Efektif
Studi tersebut juga menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan gender yang signifikan dalam hal pelecehan untuk semua jenis kekerasan. Responden perempuan dan laki-laki menyebutkan, situasi keuangan, pengangguran, dan kebutuhan untuk meluangkan waktu membantu anak-anak dengan pekerjaan sekolah mereka sebagai alasan kekerasan berbasis gender.
Responden perempuan melaporkan masalah terkait pekerjaan rumah tangga sebagai salah satu penyebabnya. Sementara itu, pria melaporkan beban kerja dan jam kerja yang panjang sebagai alasan terjadinya kekerasan. Prani berharap studi ini dapat jadi landasan untuk diskusi dan pengembangan kebijakan guna mengatasi beberapa kendala yang ditemukan selama penelitian.
Norimasa Shimomura, Resident Representative UNDP Indonesia, menyebut, pandemi telah menghambat penyediaan layanan bagi para korban GBV. "UNDP, pemerintah, dan para mitra kami telah berupaya memastikan kelangsungan penyediaan layanan yang aman bagi para korban GBV," katanya.
"Tapi, respons yang paling efektif terhadap GBV adalah pencegahan, dan itu erat kaitannya dengan pemberdayaan perempuan. Itulah mengapa kita harus memberdayakan perempuan, baik di dalam rumah tangga dan di tempat kerja, formal maupun informal, serta memastikan kontribusi mereka pada masyarakat," sambungnya.
Menteri Pemberdayaan Perempuan, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, mengapresiasi UNDP dan J-PAL yang telah berkontribusi dalam penyusunan hasil laporan studi "yang sangat berharga dalam situasi krisis yang sangat dinamis ini."
"Saat ini, ketersedian data yang valid dan reliable sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesadaran berbagai pihak akan dampak COVID-19 bagi perempuan, serta jadi dasar peletakkan kebijakan yang berbasis data," tutupnya.
Advertisement