Liputan6.com, Jakarta - Tren beraktivitas di dalam rumah ikut mengubah preferensi konsumen terhadap baju-baju rumahan. Penjualan meningkat signifikan, tetapi itu ternyata tidak berlaku bagi sarung yang identik dengan busana ternyaman bagi para lelaki di rumah. Sejumlah produsen justru mengeluhkan penjualan mereka turun drastis selaama masa pandemi Covid-19.
Salah satunya Behaestex, produsen sarung tenun merek BHS dan Atlas yang sudah berproduksi selama 68 tahun. Nur Yahya, Head Digital Marketing Behaestex, mengungkapkan pandemi Covid-19 membatasi pergerakan perusahaan untuk memasarkan produk-produknya.
Baca Juga
Advertisement
"Tapi sekarang hanya bisa melalui online saja. Sekarang masyarakat belanja sarung hanya pada saat Ramadan saja. Seharusnya, Presiden Jokowi dengan mencanangkan 3 Maret sebagai Hari Sarung Nasional menjadikan sarung sebagai busana wajib di momen tertentu," kata Nur, kepada Liputan6.com, Rabu, 10 Maret 2021.
Dia berharap pemerintah, baik pusat maupun daerah, memberi dukungan lebih riil bagi para produsen sarung lokal. "Untuk lebih mengedepankan sarung sebagai seragam di pemerintahan, lembaga swasta, atau pendidikan sehingga penggunaan sarung semakin meluas," jelas dia.
Keluhan yang sama juga disampaikan produsen sarung Sabda Batik. Sang pemilik, Yasin Arief, menyebut meski minat tetap ada, tingkat penjualan di masa pandemi sangat turun drastis.
"Dulu sebelum masa pandemi, penjualan bisa ngeproduksi sampai melonjak lima kali lipat dalam tiga momen, yaitu bulan puasa, karnaval 17 Agustusan, dan Hari Santri," ucap Yasin.
"Sekarang, penjualan menurun 40 sampai 50 persenan. Semua kegiatan dilarang, (padahal) sarung batik kan paling sering digunakan untuk fashion kebudayaan, pernikahan, karnaval, dan kirab gitu," imbuh dia.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Tetap Berinovasi
Walau situasi tak mendukung, kedua produsen mengaku tetap berusaha dengan berinovasi. Behaestex misalnya, mengedepankan kualitas dengan menggunakan bahan jenis katun, viscose, dan mezrized. Dari sisi motif, produsen mengembangkannya dengan memadukan kearifan lokal dan tren mode dunia, terutama dari Turki dan Arab Saudi.
"Untuk harga sarung Atlas dibanderol mulai dari Rp60 ribu sampai Rp325 ribu, sedangkan BHS mulai dari Rp350 ribu sampai Rp5 juta per pcs nya. Itu semua tergantung motifnya seperti apa," kata Nur.
Sementara, Sabda Batik menggunakan kain katun primisima dan katun mori sebagai bahan utama sarung. Sarung diproses dengan teknik cap dan cap dikombinasikan tulis dengan harga dibanderol mulai dari Rp120.000 sampai Rp150.000.
Inspirasi motif sarung berasal dari beragam hal. Di antaranya, Sosrokartono, yaitu kakak dari RA. Kartini, Sekar Nuswantara terinpirasi dari peta Indonesia, Lar Tirta Alun yang terinpirasi dari keadaan ekonomi saat pandemi, hinggau Sekar Jagad yang menggambarkan pulau-pulau di Indonesia.
"Harapan kami agar pemerintah lebih bisa mengkampanyekan fashion sarung terhadap masyarakat. Bahwa sarung sebenarnya bukan hanya perangkat ibadah, tapi bisa lebih dari itu. Sarung adalah budaya Indonesia yang pas dan cocok di segala kegiatan," ujar Yasin. (Melia Setiawati)
Advertisement