Liputan6.com, Jakarta - Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, menyoroti minimnya alokasi anggaran untuk bus keperintisan di kawasan terpencil.
Menurut dia, hal tersebut akan membuat daerah-daerah tertinggal, terdepan, terluar (3T) di Indonesia semakin sulit tumbuh berkembang. Ditambah alokasi anggaran oleh pemerintah daerah (pemda) setempat yang juga terbatas.
Advertisement
"Daerah 3T akan lambat berkembang. Apalagi pemda tidak membantu perbaikan jalan rusak yang dilewati trayek bus keperintisan," kata Djoko kepada Liputan6.com, Jumat (12/3/2021).
Djoko mencatat, bus keperintisan diselenggarakan pertama kali pada 2001 oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan. Penyelenggaraan angkutan jalan perintis saat itu untuk 12 provinsi dengan 74 trayek layanan.
Pada saat itu, subsidi yang diluncurkan sebesar Rp 4,6 miliar dan belum ada bantuan armada bus. Baru pada 2004 diadakan program bantuan armada bus sejumlah 5 unit bus.
"Berikutnya, setiap tahun diadakan pengadaan armada bus untuk setiap membuka trayek baru atau menggantikan armada bus yang sudah rusak atau berakhir masa operasinya. Terakhir program bantuan armada bus itu diberikan tahun 2016 sebanyak 200 unit bus," jelasnya.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sudah 20 Tahun
Pelayanan angkutan jalan perintis sudah berlangsung 20 tahun dan diselenggarakan di 32 provinsi. Pada 2021 ini, pemerintah mengucurkan anggaran Rp 134,9 miliar untuk 324 trayek di 32 provinsi.
"Jumlah subsidi angkutan jalan perintis masih lebih kecil dibandingkan dengan subsidi KA (Rp 3,4 triliun), angkutan umum perkotaan (Rp 500 miliar)," ujar Djoko.
Advertisement