Liputan6.com, Jakarta Aturan mengenai Vaksinasi Gotong Royong sudah diteken lewat Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Kehadiran program vaksinasi yang diusung perusahaan swasta ini disambut baik salah satunya oleh Founder Junior Doctor Network dokter spesialis penyakit dalam Andi Khomeinin TH.
Terkait kehadiran Vaksinasi Gotong Royong, pria yang karib disapa dokter Koko ini mengatakan beberapa catatan terkait ini. Pertama, vaksinasi COVID-19 harus melibatkan semua pihak. Kedua, vaksinasi memiliki target sebagai upaya untuk menyehatkan bangsa dan negara, sehingga akses harus diberikan seluas mungkin.
Advertisement
“Ketiga, vaksin harus tersedia. Setelah vaksin tersedia, target vaksinasi harus diberikan seluas mungkin dan lebih cepat (diberikan) dan gratis,” tuturnya.
Koko juga setuju mengenai aturan pemerintah yang mensyaratkan vaksin yang digunakan dalam Vaksinasi Gotong Royong berbeda dengan vaksinasi program pemerintah. Vaksin yang digunakan dalam Vaksinasi Gotong Royong tidak boleh Sinovac, AstraZeneca, Pfizer, dan Novavax karena keempat vaksin tersebut digunakan pemerintah.
Lalu, Koko juga menyambut baik bahwa dalam aturan Permenkes tersebut bahwa karyawan dan buruh harus diberikan secara gratis dan harga vaksin ditentukan oleh pemerintah.
“Yang penting menurut saya, vaksinasi mandiri (gotong royong) jangan sampai mengganggu program vaksinasi dari pemerintah,” ucapnya dalam keterangan pers ditulis Jumat (12/3/2021).
Vaksinasi Gencar, Upaya 3T Tidak Boleh Kendor
Di tengah gencarnya program vaksinasi yang dilakukan pemerintah serta bakal adanya Vaksinasi Gotong Royong, Koko mengingatkan bahwa pemerintah mesti terus menggalakan program 3T (testing, tracing, dan treatment) untuk mengendalikan COVID-19.
“Yang selama ini sudah ada, sudah bagus. Tinggal dipercepat, dan diekskalasi,” imbuh Koko.
Salah satu yang perlu dipercepat adalah adalah testing. Selama ini rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) adalah dua juta orang dalam sehari. Namun yang masih terjadi kini perlu waktu 6-15 minggu untuk mencapai angka 2 juta. Jadi, menurut Koko, masih perlu dilakukan percepatan.
Testing juga penting ditingkatkan mengingat temuan kasus kasus COVID-19 varian baru asal Inggris B117. Dari beberapa penelitian dan evidence di negara lain, varian tersebut terbukti lebih cepat menular namun tidak lebih mematikan.
Pemerintah, kata Koko, mesti memperkuat kapasitas laboratorium untuk mendeteksi virus varian baru di seluruh Indonesia. Saat ini baru diketemukan 2 dari 462 sampel yang sudah diperiksa. Adanya varian tersebut akan mendorong pemerintah untuk melakukan pengembangan riset yang semakin cepat, penanganan yang lebih baik dan studi epidemiologis secara analitik.
Advertisement