Liputan6.com, Jakarta - "Pria yang tidak pernah meninggalkan zona nuklir Fukushima." Satu dekade lalu, Sakae Kato tidak berada dalam gelombang pergerakan manusia yang berbondong-bondong meninggalkan zona nuklir Fukushima. Kucing-kucing yang ditinggal tetangganya lah yang membuat kaki Kato berat melangkah.
Melansir laman South China Morning Post, Jumat (12/3/2021), awan radiasi yang sempat "bersendawa" dari pembangkit nuklir Fukushima tidak jadi cukup dorongan untuk membuatnya pergi. "Saya ingin memastikan saya di sini untuk mengurus (kucing) yang terakhir," kata pria yang masih tinggal di rumahnya di zona karantina yang terkontaminasi.
"Setelah itu, saya ingin meninggal dunia, entah itu sehari atau satu jam kemudian," imbuhnya. Sejauh ini, ia telah mengubur 23 kucing di kebunnya. Ia merawat 41 ekor kucing lain di rumahnya dan satu lagi bangunan kosong di area properti tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Kato secara rutin meninggalkan makanan untuk kucing liar di gudang penyimpanan. Ia juga telah menyelamatkan seekor anjing, Pochi. Tanpa air ledeng, Kato harus mengisi botol dari mata air pegunungan terdekat, dan pergi ke toilet umum.
Mantan pemilik bisnis konstruksi ini mengatakan, keputusannya untuk tetap tinggal ketika 160 ribu orang lain dievakuasi di daerah itu sebagian dipicu oleh keterkejutan menemukan hewan peliharaan mati di rumah-rumah kosong yang ia bantu hancurkan.
Sejumlah kucing liar itu pun memberinya alasan untuk tetap tinggal di tanah yang telah dimiliki keluarganya selama tiga generasi. "Saya tidak ingin pergi, saya suka tinggal di pegunungan ini," kata Kato sambil berdiri di depan rumahnya yang diizinkan untuk dikunjungi, tapi, secara teknis, tidak boleh ditinggali.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Seruan untuk Kembali ke Tanah Tidak Tercemar
Bangunan kayu dua lantai tempat tinggal Kato di zona nuklir Fukushima dalam kondisi memprihatinkan. Papan lantai busuk melorot. Belum lagi berbicara tentang lubang-lubang di panel dinding.
Genteng yang menahan hujan bahkan copot akibat gempa bulan lalu, membangkitkan kenangan menakutkan tentang gempa dahsyat pada 11 Maret 2011, yang menyebabkan tsunami dan ledakan nuklir. "Mungkin (rumah Kato) kuat berdiri dua atau tiga tahun lagi. Dindingnya sudah mulai miring," tuturnya.
Ia memperkirakan menghabiskan tujuh ribu dolar Amerika Serikat sebulan untuk merawat hewan-hewannya, sebagian untuk membeli makanan anjing yang diberikan pada babi hutan yang berkumpul di dekat rumahnya saat matahari terbenam.
Pada 25 Februari, Kato ditangkap karena dicurigai membebaskan babi hutan yang terperangkap dalam perangkap buatan pemerintah Jepang pada November. Yumiko Konishi, seorang dokter hewan dari Tokyo yang membantu Kato, mengatakan bahwa relawan lokal sedang merawat kucing di propertinya, tapi setidaknya satu ekor kucing telah mati sejak Kato ditahan.
Berjarak sekitar 30 kilometer (km), masih dalam zona terlarang, Hisae Unuma juga mengamati keadaan rumah Kato, yang tahan gempa satu dekade lalu, tapi sekarang hampir runtuh setelah bertahun-tahun dilanda angin, hujan, dan salju. "Saya terkejut itu (rumah) masih berdiri," kata petani 67 tahun tersebut.
Sementara itu, pemerintah Jepang, yang mengadopsi Fukushima sebagai simbol kebangkitan nasional di tengah persiapan Olimpiade Tokyo, mendorong warga untuk kembali ke tanah yang tidak tercemar. Tapi, ketakutan berkepanjangan tentang pembangkit nuklir, pekerjaan, dan infrastruktur yang buruk membuat banyak orang masih memilih menjauh.
Advertisement