Liputan6.com, Jakarta - RUU Pemilu dipastikan tidak akan dilanjutkan pembahasannya di DPR RI. Pemilu dan Pilkada akan digelar secara serentak nasional di 2024.
Pemerintah membantah argumen kekhawatiran akan muncul korban meninggal petugas KPPS seperti Pemilu tahun 2019. Dalam pagelaran demokrasi itu, disebutkan total 894 petugas meninggal dunia dan 5.175 petugas mengalami sakit.
Advertisement
Menurut Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, argumen yang mengatakan pemilu 2024 akan memakan korban banyak terbantahkan dengan Pilkada 2020 lalu yang dianggapnya lebih berbahaya karena digelar di tengah pandemi Covid-19. Pilkada itu dinyatakan berhasil dan tidak menelan korban.
"Argumen banyak meninggal misalnya. Sekarang argumen itu terbantahkan dengan pilkada 2020. Itu 2020 jauh lebih berbahaya karena nyata-nyata kita melaksanakan di saat pandemi," ujar Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar dalam diskusi, Sabtu (13/3/2021).
Dia mengungkapkan, Pilkada 2020 bisa menjadi pelajaran menghadapi Pilkada serentak 2024 yang digelar pada tahun yang sama dengan Pemilu. Mencegah terjadinya bencana kesehatan saat Pemilu, bisa disiagakan tenaga kesehatan untuk mendampingi penyelenggara.
"Jadi praktik 2020 sebenarnya kita bisa menjadi contoh untuk menangani hal masalah soal kesehatan tadi itu. Termasuk ke depan kita pikirkan bagaimana proses seleksi penyelenggara ad hoc ini," ujar Bahtiar.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Ungkap Penyebab Kematian KPPS
Selain itu, Bahtiar juga meluruskan, kematian KPPS saat Pemilu 2019 juga ada masalah selain kelelahan karena penghitungan suara. Dia bilang ada masalah saat distribusi logistik pemilu. Manajemen logistik dinilai buruk. Ditambah, para KPPS bekerja di luar kapasitasnya karena turut membantu menghitung jumlah surat suara sebelum hari penghitungan.
"Jadi tidak semata-mata hanya soal kelelahan. Faktornya apa, apa ada dari tahapan yang tidak berjalan, misal manajemen distribusi ada gak faktor distribusi buruk yang bukan pekerjaan KPPS menjadi harus dikerjakan KPPS di hari H," ujar Bahtiar.
RUU Pemilu batal dibahas. Pemerintah menolak karena menganggap UU Pilkada yang berlaku berjalan sehingga tak perlu lagi diubah.
Bahtiar mengakui alasan tersebut. Menurutnya masyarakat akan bingung dengan argumen lama pembentukan undang-undang itu jika kembali direvisi.
Selain itu, juga pandemi masih melanda. Bahtiar menilai lebih baik semua pihak menghabiskan energi untuk menghadapi pandemi ini.
Reporter: Ahda Bayhaqi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement