Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 membuat Rani (24), Sherly (26), dan Nadia (25) hanya bisa menghabiskan waktu di kamar kosnya di Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat. Selama pandemi, ketiganya tak lagi bisa bekerja menjadi ladies companion (LC) karaoke.
Tiga dara asal Cianjur itu tidak dapat bekerja lantaran tempat karaoke yang menjadikan ladang pekerjaannya harus tutup. Pemerintah Kota Depok mengeluarkan kebijakan penutupan tempat karaoke untuk mencegah penularan Covid-19.
Advertisement
Sambil sesekali bercanda dengan temannya, salah satu LC, Sherly mengaku tabungan hasil dari pekerjaannya sudah menipis. Dia harus beralih mencari pekerjaan lain.
"Sudah enggak punya uang a' (panggilan laki-laki dalam bahasa Sunda). Kan karaoke masih ditutup, terpaksa uang tabungan digunakan buat makan," ujar Sherly, Depok, Sabtu (13/3/2021).
Sherly menjelaskan, menjadi LC merupakan pekerjaan yang cukup menjanjikan untuk mencari uang. Bagaimana tidak, satu jam menemani tamu, Sherly mendapatkan uang sebesar Rp 100 ribu. Biasanya, sehari bekerja, Sherly mampu mendapatkan uang sebesar Rp 400 ribu.
"Saya harus bergantian dengan rekan lain sesama LC kalau ada tamu yang datang dan ingin nge-room buat nyanyi," terang Sherly.
Dia mengungkapkan, uang yang didapatkannya harus diberikan ke orangtuanya yang membantu membesarkan buah hatinya yang berusia tiga tahun. Dia berpisah dengan mantan suaminya karena sudah tidak cocok dalam berumah tangga.
"Suami saya enggak baik, makanya saya minta pisah dan merantau ke Depok dan ditawarin jadi LC," ucap dia.
Sherly mengaku, selama menjadi LC uang yang dihasilkan cukup untuk kebutuhan hidupnya dan mengirimkan uang untuk keluarganya. Namun, selama Covid-19 dan tempat karaoke ditutup, tidak ada uang yang dia dapat sehingga tidak dapat mengirimkan uang untuk keluarganya.
"Sedih a', kerjaan ditutup sedangkan si dede (anak) butuh susu tapi saya menolak mengemis kepada orang lain," keluh Sherly.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jual Diri
Untuk kebutuhan hidup, Sherly terpaksa mengambil jalan pintas dengan menjual diri melalui media sosial. Menurut dia, cara tersebut menjadi pilihan karena pendidikannya hanya tamatan sekolah dasar.
Melalui media sosial, dia kerap menawarkan diri kepada lawan jenis dengan tarif yang tak murah.
"Saya kalau open BO minimal short time Rp 400 ribu dan menggunakan pengaman, kalau long time Rp 1 juta," jawab Sherly dengan polos.
Dalam sehari, Sherly hanya mendapatkan dua pelanggan dan terkadang tidak ada yang menggunakan jasanya.
Sherly mengaku, sebenarnya, tidak ingin melakukan pekerjaan hina dengan menjual diri. Bahkan, apabila tempat karaoke telah buka, Sherly akan kembali bekerja kembali menjadi LC.
"Kalau tempat karaoke sudah dibuka, lebih baik menjadi LC dari pada open BO walaupun uangnya besar tapi risikonya yang buat saya takut," ucap Shery.
Perempuan berambut pirang panjang itu memiliki impian besar untuk masa depannya bersama anaknya. Sherly ingin menabung untuk membeli sebidang tanah, membuat toko sembako untuk usahanya. Dia juga ingin membesarkan anak dan menyekolahkannya hingga kuliah.
"Saya tidak ingin anak saya nanti kelak seperti saya nasibnya, dede harus lebih baik dari ibunya yang dipandang hina oleh orang lain," tutur Sherly.
Sherly berharap, Pemerintah Kota Depok kembali membuka tempat karaoke. Dia meyakini, banyak LC yang memiliki kehidupan pahit dan menjadi tulang punggung keluarga. Apabila tidak kunjung dibuka tempat karaoke akan banyak pekerja LC yang memilih pekerjaan hina untuk kebutuhan hidup.
"Saya yakin a, di luar sana nasibnya ada yang sama seperti saya, walaupun niat Pemkot baik untuk mencegah Covid-19, tapi kalau terlalu lama kasihan yang menggantungkan nasib di tempat karaoke," pungkas Sherly.
Advertisement