Liputan6.com, Yangon- Pemimpin de facto Myanmar yang dikudeta militer, Aung San Suu Kyi kembali menghadapi persidangan ketiganya pada Senin (15/3) waktu setempat.
Diketahui, otoritas militer telah menuduh Aung San Suu Kyi menerima suap sebesar US$ 600.000 (Rp8,5 miliar) secara tunai serta sejumlah besar emas - tuduhan yang menurut pengacaranya "tidak berdasar".
Advertisement
Sidang pengadilan Yangon untuk Aung San Suu Kyi - yang pernah menghabiskan lebih dari 15 tahun dalam tahanan rumah selama pemerintahan militer sebelumnya - dijadwalkan pada pukul 10 pagi waktu setempat, namun pembukaan sidang ditunda karena adanya perselisihan hukum.
Hal itu disampaikan ooleh pengacara Aung San Suu Kyi, Khin Maung Zaw kepada AFP.
Aung San Suu Kyi, menghadapi empat tuduhan yaitu kepemilikan walkie-talkie tanpa izin; melanggar pembatasan Virus Corona, melanggar undang-undang telekomunikasi, dan niat untuk menimbulkan keresahan publik.
Setidaknya 44 demonstran telah tewas pada Minggu (14/3) ketika pasukan keamanan menindak demonstrasi anti-kudeta, menjadikan total korban tewas menjadi lebih dari 120, menurut kelompok pemantau, Assistance Association for Political Prisoners (AAPP).
Diketahui bahwa para demonstran yang menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi dan pemulihan demokrasi telah turun ke jalan di seluruh Myanmar setiap harinya selama sekitar enam pekan - meskipun upaya junta semakin kuat untuk memadamkan perbedaan pendapat, demikian seperti dilansir AFP, Senin (15/3/2021).
Saksikan Video Berikut Ini:
Kematian dalam Demonstrasi Anti-Kudeta Bertambah 6 Orang
AAPP pada Senin (15/3) mengumumkan enam kematian tambahan dari jumlah korban dalam semalam sebanyak 38 orang, menjadikan 14 Maret sebagai salah satu hari paling mematikan sejak kudeta di Myanmar.
"Junta yang berkuasa telah menunjukkan gigi dan melepaskan topeng mereka ... menunjukkan jati diri mereka yang sebenarnya," ujar Khin Maung Zaw terkait kekerasan terhadap para demonstran pada Minggu (14/3).
Khin Maung Zaw sebelumnya juga mengungkap bahwa ia tidak diizinkan untuk bertemu dengan Aung San Suu Kyi, yang telah ditahan sejak kudeta, meskipun dikatakan bahwa pemimpin de facto tersebut tampak dalam keadaan sehat dalam kehadirannya di pengadilan terakhir, yang terlihat melalui rekaman video, pada 1 Maret lalu.
Sementara itu, empat kota lain di Yangon berada di bawah darurat militer - menambah dua menjadi sasaran tindakan pada 14 Maret - sementara koneksi internet seluler tampaknya telah ditutup.
Deklarasi darurat militer mengartikan siapa pun yang ditangkap di enam kota akan menghadapi persidangan oleh pengadilan militer daripada pengadilan sipil, dengan hukuman mulai dari kerja paksa tiga tahun hingga eksekusi.
Pihak berwenang juga telah membatasi internet setiap malamnya selama beberapa pekan.
Advertisement