Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengatakan dalam rangka menciptakan iklim investasi pembangunan baterai mobil di Indonesia menjadi kompetitif, maka Pemerintah melakukan perubahan PPnBM.
“Sesudah kita melakukan rapat internal di kabinet bersama Menkomarves, Menteri Perindustrian, BKPM, TKDN mengenai strategi pembangunan industri otomotif yang berbasis pada baterai dan berdasarkan minat dari investor yang akan menginvestasikan electric vehicle, maka pemerintah mengajukan perubahan, sebenarnya perubahannya tidak cukup besar dari tarif yang existing,” kata Menkeu dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (15/3/2021).
Advertisement
Menkeu menjelaskan perubahan PP 73 tahun 2019 ini mengusulkan perubahan dengan dua skema, yakni mekanisme tarif kendaraan program dengan skema I, dan perubahan mekanisme dari skema I ke skema II untuk kendaraan program 2 tahun setelah adanya realisasi investasi signifikan sebesar Rp 5 triliun di industri mobil BEV atau saat mulai BEV berproduksi komersial dengan realisasi Rp 5 triliun"
Adapun skema I yang dimaksud yakni tarif BEV 0 persen, tarif PHEV dari 0 persen menjadi 5 persen, dan full hybrid dari (2 persen, 5 persen, 8 persen) menjadi (6 persen, 7 persen dan 8 persen).
“Existing yang PP 73 tadi yang saya jelaskan di depan itu ada di kolom PP 73 2019 tersebut jadi Pasal 36 BEV pasal 36 nya dengan PHEV, pasal 36 sama-sama 0 persen. Lalu kemudian pasal 26, pasal 27 sampai pasal 31 itu secara progresif meningkat itu diharmonisasi terkait dengan Emisi CO2 nya,” jelas Sri.
Kemudian dengan prakondisi 2 tahun setelah adanya investasi yang signifikan di Indonesia tersebut, barulah skema II diterapkan, yakni untuk tarif BEV masih 0 persen, tarif PHEV dari 5 persen menjadi 8 persen, dan untuk full hybrid dari (6 persen, 7 persen, 8 persen) menjadi (10 persen, 11 persen, 12 persen).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tarif Mild Hybrid
Sementara untuk tarif mild hybrid sebelumnya pada PP 73 mild hybrid tarifnya (8 persen, 10 persen, dan 12 persen), kemudian usulan perubahan skema I menjadi (8 persen, 10 persen, dan 12 persen), pada skema II disesuaikan menjadi 12 persen, 13 persen dan 14 persen.
“Dengan demikian kalau begitu kenapa kok tetap dengan Hybrid, padahal kita akan menuju nya ke baterai yang full. Sehingga mereka para investor mengharapkan untuk adanya perbedaan antara yang full baterai dengan yang masih ada hybridnya yaitu PHEV yaitu plug-in Hybrid dengan yang full Hybrid,” ungkapnya.
Intinya, semakin besar emisinya maka semakin besar tarifnya sehingga bisa menciptakan iklim investasi yang kompetitif bagi para investor.
“Kita melihat di skema satu ini adalah mencerminkan bagaimana peluang kita untuk menarik lebih besar investasi ke baterai. Dengan demikian kita kenakan tarif yang lebih tinggi yaitu 5 persen dan seterusnya secara progresif,” pungkasnya.
Advertisement