Sri Mulyani Usul Perubahan Tarif Pajak Kendaraan Listrik, Ini Rinciannya

Sebelumnya insentif pajak dalam PP 73/2019 dibagi untuk delapan jenis kendaraan listrik.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Mar 2021, 16:07 WIB
Mobil siap ekspor terparkir di PT Indonesia Kendaraan Terminal, Jakarta, Rabu (27/3). Pemerintah berencana memacu ekspor industri otomotif dengan harmonisasi skema PPnBM, yaitu tidak lagi dihitung dari kapasitas mesin, tapi pada emisi yang dikeluarkan kendaraan bermotor. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengusulkan perubahan tarif pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk kendaraan listrik. Aturan tersebut sebelumnya tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2019.

"Untuk strategi pengembangan kendaraan bermotor dengan ketertarikan investor membangun kendaraan elektrik di Indonesia. Maka perlu ada perubahan skema tarif PPnBM dalam PP 73/2019 terutama untuk beberapa kelompok," terangnya dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021).

Bendahara Negara ini mengungkapkan, sebelumnya insentif PPnBM dalam PP 73/2019 dibagi untuk delapan jenis kendaraan listrik. Yakni battery electric vehicle (BEV) dan plug-in hybid electric vehicle (PHEV) yang masuk pasal 36 bebas PPnBM.

Selanjutnya full hybrid pasal 26 dikenai 2 persen PPnBM, full hybrid pasal 27 dikenai 5 persen, full hybrid pasal 28 dikenai 8 persen. Lalu, mild hybrid pasal 29 dikenai 8 persen, mild hybrid pasal 30 dikenai 10 persen, dan mild hybrid pasal 31 dikenai 12 persen.

Menurutnya, usulan tarif PPnBM terbaru termuat pada skema I dan skema II dengan skema II akan diberlakukan dua tahun setelah ada realisasi investasi Rp 5 triliun di industri mobil BEV. Atau saat BEV mulai diproduksi secara komersial dengan realisasi investasi Rp 5 triliun.

"Untuk skema I sendiri hanya akan kita jalankan asal mereka tidak hanya bilang akan investasi, tapi betul-betul investasi dengan tresshold Rp 5 triliun," beber Sri Mulyani.

Adapun perubahan tarif PPnBM sesuai skema I adalah BEV pasal 36 tetap bebas PPnBM, PHEV pasal 36 dikenai 5 persen, full hybrid pasal 26 dikenai 6 persen, dan full hybrid pasal 27 dikenai 7 persen.

Lalu, full hybrid pasal 28 dikenai 8 persen, mild hybrid pasal 29 dikenai 8 persen, mild hybrid pasal 30 tetap dikenai 10 persen, serta mild hybrid pasal 31 tetap dikenai 12 persen.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Perbedaan

Pekerja mengecek mobil baru siap ekspor di IPC Car Terminal, Jakarta, Rabu (27/3). Pemerintah berencana memacu ekspor industri otomotif dengan harmonisasi skema PPnBM, yaitu tidak lagi dihitung dari kapasitas mesin, tapi pada emisi yang dikeluarkan kendaraan bermotor. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sedangkan untuk perubahan tarif PPnBM skema II adalah BEV pasal 36 tetap bebas PPnBM, PHEV pasal 36 dikenai 8 persen, full hybrid pasal 26 dikenai 10 persen, dan full hybrid pasal 27 dikenai 11 persen.

Kemudian full hybrid pasal 28 dikenai 12 persen, mild hybrid pasal 29 dikenai 12 persen, mild hybrid pasal 30 dikenai 13 persen, dan mild hybrid pasal 31 dikenai 14 persen.

Menurutnya, perubahan tarif PPnBM ini dilakukan agar terdapat perbedaan pengenaan pajak antara kendaraan listrik yang memakai baterai secara penuh dengan yang tidak. Sebagaimana diinginkan oleh investor terhadap Pemerintah Indonesia.

"Karena investor sendiri mengharapkan ada perbedaan antara full baterai dengan yang masih ada hybrid," ungkapnya.

Sedangkan untuk ketentuan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) nantinya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Perindustrian berdasarkan pada Perpres 55/2019. Dan untuk impor kendaraan bermotor tidak masuk dalam program dan dikenakan tarif PPnBM sesuai dengan kategori passenger vehicle dan komersial sesuai PP 73/2019.

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya