Di Balik Ajakan Tukar Pakaian Dalam Bekas di Sudut Ruang Kedai Kopi

Satu keranjang diletakkan di sudut yang ramai hilir mudik pengunjung kedai kopi untuk menampung pakaian dalam bekas yang mau ditukarkan dengan suvenir.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 15 Mar 2021, 19:03 WIB
Rangkaian produk pakaian dalam pria dari Underwell. (Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah kedai kopi yang berlokasi di bilangan Gandaria, Jakarta Selatan, menyulap satu sudutnya menjadi tempat pameran instalasi bertajuk The Odyssey of Continuity. Sejumlah pakaian dalam pria beragam corak dijejerkan sedemikian rupa agar terlihat artistik. Sementara, bagian lainnya menampilkan pop up berbentuk pepohonan dan kotak serat selulosa.

Masih di pojok yang sama, panitia menempatkan sebuah keranjang kain. Di situ, pengunjung bisa menaruh pakaian dalam bekas mereka untuk ditukarkan dengan suvenir. Posisinya strategis karena dilintasi pengunjung yang hilir mudik menuju halaman belakang kedai kopi. Tetapi bagi saya, posisi itu membuat pengunjung segan untuk menukarkan pakaian dalam bekas mereka karena siapapun akan bisa melihat barang pribadi itu.

Meski begitu, pameran yang akan berlangsung hingga 21 Maret 2021 itu bukan semata menargetkan pengumpulan pakaian dalam bekas sebanyak-banyaknya. Underwell, label pakaian dalam yang berada di balik pameran itu, hendak mempromosikan pentingnya pakaian dalam yang baik sekaligus memperkenalkan produk yang diklaim ramah lingkungan.

"Berdasarkan riset, banyak anak muda enggak peduli dengan pakaian dalam yang mereka pakai. Yang sudah jelek, masih saja dipakai," kata Product Development Underwell David Jefferson saat ditemui di Jakarta, Jumat, 12 Maret 2021.

Lewat pameran instalasi, timnya berharap bisa meningkatkan kesadaran publik, terutama kaum pria, tentang pentingnya memilih bahan dan jenis pakaian dalam yang sesuai kebutuhan. Bahan yang tepat bisa meningkatkan kenyamanan dan produktivitas.

"Kenyamanan merupakan aspek utama bagi konsumen dalam memilih produk pakaian dalam," kata David.

Underwell menggunakan serat selulosa yang diproduksi Tencel untuk seluruh produknya. Ia mengklaim menjadi label pakaian dalam lokal pertama yang menggunakan bahan ramah lingkungan tersebut. Enam koleksi telah diluncurkan sejak 2017, yakni Pilot, Twotone, Collaboration with Brodo, Marine Life, Continuum, dan Simplicity.

"Kami ingin mengajak para konsumen untuk lebih bijak dalam memilih produk fesyen, salah satunya dengan memilih pakaian dalam yang terbuat dari bahan alami yang nyaman dipakai dan ramah lingkungan. Kami harap akan semakin banyak kaum pria yang lebih memahami pentingnya memilih bahan atau material pakaian yang berkualitas tinggi dan berkelanjutan," kata Faizal, Co-Founder Underwell.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Sumber Utama Tencel

Rangkaian produk pakaian dalam pria dari Underwell. (Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Serat alam yang dimanfaatkan untuk pakaian dalam tersebut ternyata berasal dari pulp pohon eucalyptus di Belgia. Pulp kemudian diproses agar bisa menghasilkan serat selulosa. Serat itu selanjutnya diolah menjadi benang dan dipintal menjadi kain.

"Orang sering salah paham menganggap Tencel itu kain, padahal itu label untuk serat," kata Mariam Tania, Marketing and Branding Manager SEA and Oceania, Lenzing Group.

Ia menerangkan serat tersebut bisa terurai dalam 22 minggu bila dibuang ke alam. Namun, serat lain yang dikombinasikan dengan Tencel bisa jadi tak terurai secepat itu, atau bahkan tak terurai alami di alam. Dengan kata lain, serat ini bisa menjadi solusi atas sampah fesyen yang menjadi penyumbang sampah terbesar kedua di dunia setelah plastik.

"Tencel bisa di-mix dengan bahan lain juga soalnya," sambung dia.

Dengan serat alam, ia menyebut produk yang dihasilkan bisa memberikan rasa adem, nyaman, dan lembut di kulit. "Kami sangat antusias dengan kolaborasi bersama Underwell dan kami berharap kolaborasi ini dapat menginspirasi merek lokal untuk menerapkan konsep keberlanjutan bagi produk-produknya," kata Mariam.


Timbulan Sampah Sebelum dan Sesudah Pandemi

Infografis Timbulan Sampah Sebelum dan Sesudah Pandemi. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya