Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI memutuskan untuk menunda distribusi penggunaan Vaksin COVID-19 AstraZeneca. Keputusan itu diambil setelah adanya laporan kematian akibat pembekuan darah usai penyuntikan vaksin di beberapa negara Eropa.
"Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan dengan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dua hari lalu sudah mengadakan rapat, hasil rapat itu menyarankan kita menunda dulu distribusinya (AstraZeneca)," ujar Pelaksana Tugas Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Maxi Rein Rondonuwu di Jakarta, Senin (15/3/2021).
Advertisement
Indonesia kini menunggu kelanjutan tentang penggunaan vaksin AstraZeneca walau sudah ada Emergency Use Authorization (EUA) atau izin penggunaan darurat dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) serta BPOM RI. BPOM dan ITAGI melakukan rapat untuk meminta data-data terkait untuk dikaji terlebih dahulu.
"Kami sebenarnya masih menunggu hasil kajian dari BPOM dan ITAGI. Bukan tidak akan digunakan tapi untuk sementara kita menunggu hasil kajian dulu."
Terkait kasus tersebut, pihak AstraZeneca menegaskan bahwa keamanan adalah hal yang terpenting, dan pihak perusahaan terus memantau keamanan vaksin buatannya. Mereka mengatakan, berdasarkan peninjauan data keamanan di lebih dari 17 juta penerima vaksin di Uni Eropa dan Inggris, tidak ada bukti peningkatan risiko emboli paru, trombosis vena dalam (DVT) atau trombositopenia, pada kelompok usia, jenis kelamin, kelompok tertentu, atau di negara tertentu.
Indonesia bukan negara pertama yang memutuskan menunda penggunaan vaksin AstraZeneca. Tercatat, ada 8 negara yang sudah lebih dulu menundan vaksinasi COVID-19 dengan AstraZeneca, seperti di bawah ini:
Saksikan video pilihan berikut ini:
1. Afrika Selatan
Afrika Selatan adalah salah satu negara yang menangguhkan penggunaan vaksin AstraZeneca.
Negara tersebut sebelumnya sempat menggunakan vaksin AstraZeneca, tetapi kemudian mensuspens atau menangguhkan penggunaannya.
Menurut laporan ScienceMag, penyebabnya karena AstraZeneca kurang ampuh melawan varian baru.
Alhasil, Afsel beralih ke vaksin Johnson & Johnson (J&J). Media pemerintah Afsel SA News menjelaskan bahwa vaksin J&J efektif melawan varian 501Y.V2 yang dominan di Afrika Selatan.
"Uji Afrika Selatan menunjukan bahwa walau vaksin Johnson & Johnson tidak akan mencegah gejala-gejala ringan, ia memberikan 57 persen perlindungan melawan penyakit yang moderat-parah, 85 persen perlindungan terhadap penyakit parah, dan 100 persen perlindungan terhadap kematian," ujar pihak pemerintah.
"Sebagai perbandingan, vaksin Oxford-AstraZeneca hanya memberikan 2 persen proteksi terhadap COVID-19 ringan hingga moderat yang disebabkan varian 501Y.V2."
Advertisement
2. Austria
Selain Afrika Selatan, Austria juga ikut mensuspens penggunaan vaksin AstraZeneca.
Penangguhan itu dilakukan karena sebuah kasus kematian dan sakit.
Korban meninggal adalah wanita berusia 39 tahun akibat penyakit koagulasi (penggumpalan darah), serta seorang wanita 35 tahun yang terkena emboli paru dan sedang dalam pemulihan.
Dilaporkan US News, Federal Office for Safety in Health Care (BASG) di Austria berkata belum ada relasi kausal antara kasus-kasus tersebut dengan vaksinasi. Akan tetapi, vaksinasi disuspens.
"Sebagai tindakan jaga-jaga, sisa-sisa stok dari batch vaksin yang terdampak tidak lagi diberikan atau vaksinasi," ujar BASG.
Pihak AstraZeneca berkata tidak ada kasus serius yang terkait vaksin.
3. Norwegia, Denmark, dan Islandia
Tiga negara Uni Eropa (Norwegia, Denmark, dan Islandia) juga ikut mensuspens vaksinasi COVID-19 dengan AstraZeneca akibat laporan efek samping berupa penggumpalan terjadi. Laporan itu muncul di Denmark.
Otoritas Denmark berkata ada satu laporan kematian, namun belum dapat dipastikan apakah penggumpalan darah itu terkait dengan vaksinasi AstraZeneca.
Alhasil, vaksin AstraZeneca disuspens di Denmark selama dua minggu ke depan. Keputusan itu lantas diikuti Norwegia dan Islandia, demikian laporan Euronews, Jumat (12/3/2021).
Meski demikian, Prancis dan Inggris tidak melakukan hal yang sama. Dua negara itu menekankan bahwa suspensi di dua negara itu adalah langkah jaga-jaga.
Berdasarkan data Statista, vaksin AstraZeneca memiliki efikasi 70 persen berdasarkan data 23 November 2020. Data tersebut menyebut Pfizer punya kemanjuran tertinggi dengan 95 persen, sementara Sinovac terendah dengan 50 persen.
Advertisement
4. Thailand
Thailand juga menunda penggunaan vaksin COVID-19 AstraZeneca karena munculnya laporan kasus pembekuan darah di beberapa negara Eropa.
Menyusul pembatalan itu, Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha dan anggota kabinet Thailand lainnya juga membatalkan rencana mereka menerima suntikan vaksin AstraZeneca.
Dekan Fakultas Kedokteran di Rumah Sakit Siriraj, Prasit Watanapa menegaskan dalam konferensi pers Kementerian Kesehatan Thailand, peluncuran akan ditunda setelah penangguhan vaksinasi dengan vaksin di Denmark, Norwegia, dan Islandia.
"Meski kualitas AstraZeneca bagus, beberapa negara meminta penundaan," kata Piyasakol Sakolsatayadorn, penasihat komite vaksin COVID-19 Thailand, seperti dikutip dari Channel News Asia.
"Kami akan menunda (juga)," tambahnya.
Sekretaris tetap Kementerian Kesehatan Masyarakat, Kiattiphum Wongjit mengatakan, Thailand berada dalam posisi untuk menangguhkan vaksin demi penyelidikan keamanan.
5. Bulgaria
Bulgaria pada Jumat 12 Maret 2021 menghentikan sementara penggunaan vaksin AstraZeneca dalam program imunisasi COVID-19 sampai regulator obat Eropa mengeluarkan pernyataan tertulis, yang dapat menghilangkan semua keraguan tentang keamanan vaksin tersebut.
"Sampai semua keraguan hilang dan selama belum ada jaminan dari para ahli bahwa vaksin tersebut tidak menimbulkan risiko bagi masyarakat, kita akan menghentikan vaksinasi dengan vaksin ini," kata Perdana Menteri Boyko Borissov melalui pernyataan.
Bulgaria bergabung dengan Denmark, Norwegia, dan Islandia, yang sudah terlebih dahulu menangguhkan peluncuran vaksin AstraZeneca. Penangguhan diputuskan di tengah laporan bahwa beberapa orang yang menerima suntikan vaksin tersebut mengalami penggumpalan darah.
Badan Medis Eropa (EMA) pada Kamis (11/3) mengeluarkan dukungan bagi penggunaan vaksin AstraZeneca, dengan alasan bahwa manfaat vaksin itu lebih besar dibandingkan risikonya. Dengan demikian, EMA menganggap vaksin tersebut bisa terus diberikan.
AstraZeneca pada Kamis mengatakan bahwa dalam data keamanan dari sedikitnya 10 juta catatan tidak ditemukan bukti soal peningkatan risiko emboli paru atau trombosis vena, yang ditandai dengan pembentukan gumpalan darah.
Advertisement
6. Belanda
Belanda juga menjadi negara terbaru yang menangguhkan penggunaan vaksin virus Corona COVID-19 produksi Oxford-AstraZeneca karena kekhawatiran tentang kemungkinan efek samping.
Dikutip dari laman BBC, otoritas Belanda mengatakan langkah tersebut akan berlangsung setidaknya hingga 29 Maret sebagai tindakan pencegahan.
Irlandia sebelumnya membuat keputusan serupa atas laporan peristiwa pembekuan darah pada orang dewasa di Norwegia.
Tetapi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan tidak ada hubungan antara jab dan peningkatan risiko pembentukan gumpalan.
Badan Obat Eropa (European Medicines Agency / EMA) - yang saat ini sedang melakukan peninjauan terhadap insiden penggumpalan darah - mengatakan bahwa manfaat dari vaksin tersebut melebihi risikonya.