Investor Optimistis Pemulihan Ekonomi, Wall Street Cetak Rekor Baru

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks saham Dow Jones menguat 174,82 poin atau 0,5 persen ke posisi 32.953,46.

oleh Agustina Melani diperbarui 16 Mar 2021, 05:35 WIB
Ekspresi spesialis Michael Pistillo (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street menyentuh posisi tertinggi baru pada perdagangan saham Senin, 15 Maret 2021. Wall street sentuh rekor baru didorong investor optimistis terhadap pembukaan kembali ekonomi yang sebelumnya tutup karena pandemi COVID-19.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks saham Dow Jones menguat 174,82 poin atau 0,5 persen ke posisi 32.953,46. Indeks Dow Jones catat kinerja positif selama tujuh hari berturut-turut, dan termasuk terpanjang sejak Agustus.

Indeks saham S&P 500 menguat 0,65 persen ke posisi 3.968,94. Level itu merupakan tertinggi baru. Indeks saham Nasdaq naik 1,1 persen ke posisi 13.459,71.

Saham perusahaan kapitalisasi kecil yang masuk indeks Russell 2000 naik 0,3 persen dan mencetak rekor baru. Saham menguat jelang penutupan perdagangan. Adapun harapan pembukaan kembali ekonomi berdampak terhadap kenaikan harga saham termasuk teknologi.

Di wall street, saham American Airlines dan United Airlines masing-masing naik 7,7 persen dan 8,3 persen. Saham maskapai mencapai level tertinggi dalam lebih dari setahun ketika vaksin COVID-19 diluncurkan dan orang AS kembali berlibur.

Saham Apple menguat 2,5 persen terutama saat perdagangan saham Senin sore. Dengan kenaikan tersebut memangkas kerugian menjadi di bawah tujuh persen pada 2021.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Imbal Hasil Obligasi AS Masih Jadi Risiko

Ekspresi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Adapun sentimen paket stimulus COVID-19 senilai USD 1,9 triliun yang menjadi undang-undang pada pekan lalu, IRS mulai memproses pembayaran langsung bantuan USD 1.400 kepada jutaan warga Amerika Serikat (AS) yang diharapkan dapat menambah kekuatan ekonomi yang sudah pulih.

Pada perdagangan saham Senin ini juga sempat capai titik terendah saat Italia bergabung dengan Prancis, Jerman, Irlandia dan Belanda dalam menangguhkan vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh AstraZenecca dan Universitas Oxford karena masalah pembekuan darah.

"Investor harus terus bergulat dengan kecemasan tentang overheating ekonomi dan pengetatan the Federal Reserve yang telah mencengkeram pasar dalam beberapa pekan terakhir. Kami percaya valuasi ekuitas harus mampu mencerna sentimen imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun yang mencapai 2 persen tanpa banyak kesulitan,” tulis Chief US Equity Strategist David Kostin dalam sebuah catatan.

Adapun imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun sekitar 1,6 persen pada awal pekan ini setelah mencapai level tertinggi dalam lebih dari satu tahun.

Lonjakan imbal hasil obligasi telah menjadi kendala kenaikan harga saham dalam beberapa pekan terakhir. Hal itu juga mendorong investor memilih sektor saham siklikal.

“Imbal hasil obligasi AS tetap menjadi risiko utama yang dihadapi pasar saham. Namun, sejauh ini, mereka tenang dan karena naiknya cepat baru-baru ini menjadi terhenti. Itu memungkinkan investor untuk lebih fokus pada seberapa imbal hasil tetap rendah secara keseluruhan,” kata Chief Investment Leuthold Group Jim Paulsen.


Investor Menanti Hasil Rapat the Fed

Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)

Pada pekan lalu, indeks saham Dow Jones naik empat persen dan indeks saham S&P 500 menguat 2,6 persen. Indeks saham S&P 500 dan Dow Jones menguat ke level tertinggi pada Jumat pekan ini.

Indeks saham Nasdaq menguat tiga persen, meski aksi jual terjadi pada Jumat pekan ini karena didorong kenaikan suku bunga.

Investor akan bersiap pada Rabu pekan ini mencermati hasil pertemuan bank sentral Amerika Serikat (AS) the Federal Reserve. Bank sentral AS akan menyampaikan keputusannya tentang suku bunga.

Bank sentral AS diharapkan mengakui pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih baik. Investor obligasi juga mengamati apakah pejabat the Federal Reserve akan mengubah prospek suku bunga hingga 2023.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya