200 Orang Myanmar Tewas, Pelapor PBB Ingin Junta Militer Dipenjara

Pelapor khusus (special rapporteur) PBB menyebut junta militer Myanmar pantasnya masuk penjara.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 16 Mar 2021, 10:03 WIB
Biarawati bernama Ann Rose Nu Tawng menjadi perhatian dunia ketika berhadapan dengan aparat dan mengatakan untuk 'tidak menembak dan menyiksa anak-anak' dalam demonstrasi anti kudeta di Myanmar (Photo credit: Handout Myitkyina News Journal/AFP)

Liputan6.com, Yangon - Pelapor khusus PBB (special rapporteur) Tom Andrews mengungkap rasa sedihnya karena bertambahnya rakyat sipil yang menjadi korban demonstrasi berdarah di Myanmar. Ia dengan tegas berkata bahwa junta militer harusnya di penjara.

"Pemimpin junta harusnya tidak berada pada kekuasaan, mereka mestinya berada di balik jeruji besi," ujar Andrews seperti dilaporkan UN News, Selasa (16/3/2021).

Andrews menyarankan anggota-anggota PBB agar Myanmar dijerat dengan sanksi yang berdampak pada keuangan dan persenjataan mereka.

Sebelumnya, mantan anggota DPR AS ini berkata tindakan junta militer sudah menjurus menuju kejahatan terhadap kemanusiaan.

Berdasarkan data Myanmar Spring Revolution, jumlah kematian diestimasi mencapai 200 orang. Sebanyak 185 orang akibat tembakan senjata api.

Korban melonjak pada 14 Maret lalu dengan 74 orang tewas. Angka kematian tertinggi berada di Hlaingtharya (Hlaing Tharyar) yang berada di Yangon

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Pemimpin PBB Ikut Mengecam

Pengunjuk rasa antikudeta duduk di belakang poster dengan gambar pemimpin Myanmar yang digulingkan Aung San Suu Kyi selama unjuk rasa di Yangon, Myanmar, Senin (22/2/2021). Meski ada peringatan dari militer Myanmar, peserta demonstrasi tidak gentar. (AP Photo)

Pemimpin PBB, Antonio Guterres, ikut mengecam pada meningkatnya kematian pada pekan lalu. Sekali lagi, PBB meminta agar dunia internasional kompak untuk menghentikan situasi represif di Myanmar.

"Pembunuhan pengunjuk rasa, penahanan di luar hukum, dan laporan penyiksaan tahanan melanggar HAM fundamental dan jelas menentang imbauan Dewan Keamanan agar ada penahanan diri, dialog, dan kembalinya ke jalan demokrasi Myanmar," ujar Guterres dalam pernyataan resmi.

Guterres meminta agar militer Myanmar membuka jalur masuk bagi utusan khusus PBB.

Utusan Khusus PBB Christine Schraner Burgener berkata brutalitas yang terjadi menyusahkan kembalinya perdamaian.

"Brutalitas yang berlanjut, termasuk kepada personel medis dan penghancuran infrastruktur publik, secara parah melemahkan prospek-prospek untuk perdamaian dan stabilitas," ujarnya.


Infografis Kudeta Myanmar:

Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya