Liputan6.com, Jakarta - Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih menyatakan bahwa vaksinasi Covid-19 bersifat sukarela. Sehingga tidak perlu ada paksaan dalam pelaksanaan vaksinasi tahap kedua yang menyasar petugas atau pelayan publik.
Jika vaksinasi Covid-19 dipaksa, kata dia, maka justru akan berdampak fatal. Dia melihat, kejadian pascavaksinasi yang ramai diberitakan seperti mual hingga pingsan disebabkan karena peserta tidak jujur dengan kondisi atau riwayat kesehatannya.
Advertisement
“Walaupun BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) sudah menentukan siapa yang boleh dan tidak boleh divaksin, menurut saya itu harusnya jadi pilihan saja. Dia mau divaksin atau tidak, itu pilihan dia. Kalau dia mau divaksin, harus secara sukarela dan jujur,” kata Najih saat dihubungi merdeka.com, Selasa (16/3/2021).
Dia melihat, adanya unsur paksaan vaksinasi di beberapa instansi, khususnya lembaga negara. Karena paksaan itu, kata Najih, para pelayan publik tersebut akan merasa takut jika tidak divaksinasi dan mengakibatkan adanya ketidakjujuran saat proses skrining.
“Ada kemungkinan di lingkungan ASN divaksin karena terpaksa, karena diwajibkan. Seharusnya, bagi pelayan publik yang belum siap divaksin, ya jangan dipaksa,” ungkapnya.
Sampai saat ini, Najih mengaku memang belum menerima laporan mengenai efek samping vaksinasi yang merugikan hingga menelan korban jiwa. Namun dia mengaku telah mendapat laporan kurangnya sosialisasi mengenai vaksinasi, baik terkait syarat atau tahapan pelaksanaannya.
“Laporan yang masuk ke Ombudsman, pertama soal pendistribusian vaksin yang tidak sesuai SOP. Kedua, ada laporan stakeholder yang akan divaksin belum memperoleh penjelasan yang baik,” kata Najih.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Tingkatkan Sosialisasi Vaksinasi Covid-19
Oleh sebab itu, dia mendorong pemerintah dan lembaga terkait untuk lebih meningkatkan sosialisasi ke masyarakat, mulai dari persyaratan vaksinasi, tahapan vaksinasi, manfaat vaksinasi, hingga efek sampingnya.
“Tingkat sosialisasi masih belum tuntas. Ini perlu segera diperbaiki. Saya harap vaksinasi untuk masyarakat umum nanti, semua penyelenggara vaksinasi bisa lebih terbuka dalam proses sosialisasi. Sehingga tidak ada kasus-kasus fatal seperti di Banyumas atau di Garut itu,” ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, dua orang lansia di Banyumas, Jawa Tengah meninggal dunia sehari setelah menerima vaksin Covid-19 tahap pertama. Lansia tersebut disuntik vaksin pada tanggal 8 Maret dan dibawa ke RSUD Banyumas pada 9 Maret karena serangan jantung.
Secara terpisah, seorang guru dari Kabupaten Garut Jawa Barat lumpuh setelah beberapa jam menerima suntikan Vaksin Covid-19. Dinas Kesehatan Kabupaten Garut mengatakan, guru tersebut saat ini sedang dirawat di RSUD dr Slamet karena tidak bisa jalan dan tangannya tidak bisa digerakkan.
Terkait hal ini, Juru bicara vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi menegaskan bahwa lumpuhnya guru tersebut bukan disebabkan oleh Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
"Tidak lah, itu bukan efek samping KIPI," katanya singkat, Selasa (16/3/2021).
Reporter: Rifa Yusya Adilah/Merdeka.com
Advertisement