Komnas Perlindungan Anak Minta Hasil Penelitian BPOM Terkait Plastik Kemasan Dibuka

Adapun pihak yang dimaksud adalah kelompok yang lebih mementingkan keuntungan semata tanpa memikirkan dampak kesehatan di masyarakat.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Mar 2022, 13:47 WIB
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait (kanan). (Liputan6.com/Dicky Agung prihanto) 

Liputan6.com, Jakarta Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait tak habis mengerti karena rencana harmonisasi Perka BPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan hingga kini belum juga disahkan. Arist curiga ada pihak yang menghalang-halangi pelabelan pada plastik kemasan.

Padahal risiko yang dipertaruhkan sangat besar bagi kesehatan masyarakat seluruh Indonesia, terutama bagi kelompok usia rentan, bayi, balita dan janin. Adapun pihak yang dimaksud adalah kelompok yang lebih mementingkan keuntungan semata tanpa memikirkan dampak kesehatan di masyarakat.

"Bisa jadi ada pihak yang menghalangi sehingga Perka itu belum juga disahkan. Komnas secara tegas mendukung keputusan BPOM untuk mengubah Perka No 31 Tahun 2018. Saat ini, harusnya para pemangku jabatan lebih memperhatikan masalah kesehatan," ungkap Arist saat ditemui di kantornya di Jalan TB Simatupang No 33 Pasar Rebo, Jakarta Timur, Selasa (1/3/2022).

Arist lalu menjabarkan bahwa pelabelan itu tidak akan berpengaruh pada pasar. Yang penting mereka yang termasuk dalam kelompok usia rentan, bayi, balita dan janin tidak mengonsumsi. Soal pasar tidak akan terpengaruh sudah banyak contohnya.

Penjualan rokok tidak terpengaruh walau sudah diberi label peringatan akan bahayanya. Begitu juga yang terjadi pada susu kental manis. Yang terpenting negara sudah hadir memberi edukasi dan mengingatkan kepada masyarakat akan bahaya yang ada. 

"Saya percaya pasar tidak akan terganggu. Sehingga kelompok yang khawatir akan mempengaruhi penjualan hanyalah ketakutan yang berlebihan. Yang perlu disadarkan adalah bahwa negara benar-benar lebih memperhatikan kesehatan dari pada bisnis. Boleh bisnis tapi mengutamakan kesehatan. Sebab itu sudah jadi tanggung jawab dirumuskannya SNI dan BPOM," papar Arist.

Arist juga mengharap kepada BPOM untuk membuka ke publik hasil penelitian tentang plastik kemasan yang menurut kesimpulan BPOM sangat mengkhawatirkan.

"Hasil penelitian itu perlu dibuka ke publik jadi tahu seberapa mengerikannya. Karena hasil penelitian dari BPOM sudah pasti sangat komprehensif dengan sampel yang besar. Kita hanya mengikuti bocoran dari media, salah satunya bahwa kelompok rentan pada bayi usia 6-11 bulan berisiko 2,4 kali dan anak usia 1-3 tahun berisiko 2,12 kali dibandingkan kelompok dewasa usia 30-64 tahun. Ini artinya apa? Pelabelan itu sudah mendesak dan tepat supaya bayi, balita dan janin tidak mengonsumsi air dari plastik kemasan," tegas Arist.

 


Data Hasil Penelitian Dibuka

Terdapat potensi bahaya 1,95 kali (hampir 200 persen) berdasarkan pengujian terhadap kandungan zat kimia pada produk air minum dalam kemasan (AMDK) berbahan polikarbonat dari sarana produksi dan distribusi seluruh Indonesia.

"Solusinya adalah segera dibuka data hasil penelitian BPOM agar pemerintah juga tahu dan menjadi bahan pertimbangan, selain itu juga masyarakat agar mengetahui dan lebih berhati-hati terhadap kemasan polikarbonat yang mengandung zat kimia berbahaya bagi usia rentan," desak Arist.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya