Liputan6.com, Jakarta - Kendari merupakan kotamadya dan juga sebagai Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara. Luas wilayahnya 295,89 km persegi atau 0,70 persen dari luas daratan Provinsi Sulawesi Tenggara. Kota ini ditemukan pada 1831 oleh pembuat peta asal Belanda bernama Vosmaer.
Pada 9 Mei 1832, Vosmaer membangun istana raja Suku Tolaki bernama Tebau, di sekitar pelabuhan Kendari. Akhirnya, setiap 9 Mei pada waktu itu dan sampai kini selalu dirayakan sebagai hari jadi Kota Kendari.
Baca Juga
Advertisement
Pada zaman kolonial Belanda, Kendari adalah ibu kota kawedanan dan ibu kota Onder Afdeling Laiwoi. Kota ini dikelilingi oleh laut dan bersebelahan dengan Pulau Bungkutoko dan Pulau Bukori. Maka, banyak produk yang dihasilkan warga Kendari memanfaatkan sumber daya laut.
Apa lagi hal-hal menarik tentang Kendari lainnya? Liputan6.com merangkum enam fakta di antaranya yang dikutip dari berbagai sumber, Selasa, 16 Maret 2021.
1. Sebagai Perajin Perak Andal
Selama ini sentra kerajinan perak kerap diasosiasikan dengan Kota Gede di Yogyakarta. Tapi, siapa sangka ternyata masyarakat Kendari juga memiliki keterampilan membuat kerajinan perak yang tak kalah keren.
Kerajinan perak di Kendari disebut pula dengan Kendari Werk atau yang berarti ”karya Kendari” dalam bahasa Belanda. Salah satu keistimewaan Kendari Werk adalah dibuat dengan komposisi perak yang tinggi, minimal 97 persen. Sisanya adalah bahan lain, seperti kuningan atau tembaga yang digunakan hanya untuk mematri.
Warga menggunakan teknik filigree dalam proses pembuatannya. Metode ini telah dikembangkan secara turun-temurun dan termasuk jarang ditemui di berbagai sentra kerajinan perak lainnya di Tanah Air.
Produk aksesori perak ini seperti berupa bros, cincin, kalung, gelang, anting, dan perhiasan lainnya. Bisa juga berupa barang dekorasi, seperti miniatur perahu, rumah adat, hewan, dan barang fungsional seperti nampan kue.
2. Fungsi Penting Teluk Kendari
Terbentuknya Kendari diawali dari menjadikan Teluk Kendari sebagai pelabuhan bagi para pedagang, pada abad ke-19 sampai 1831. Para pedagang, khususnya pedagang Bajo dan Bugis, kemudian bermukim di sekitar Teluk Kendari.
Kendari merupakan tempat penimbunan barang atau dapat dikatakan pelabuhan transito. Kegiatan perdagangan kebanyakan menampung hasil bumi dari pedalaman dan sekitar Teluk Tolo (Sulawesi Tengah). Selain itu, Kendari juga sebagai komoditas rumput laut kering.
Teluk Kendari merupakan daerah di pesisir timur Kerajaan Konawe yang masih dikenal sebagai 'Lipu i Pambandahi, Wonua i Pambandokooha' yang berarti wilayah pesisir pantai dengan perkampungan di dekat pulau. Dahulu, teluk ini juga sebagai tempat persinggahan para pelaut dari Eropa maupun nusantara.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
3. Jembatan Teluk Kendari
Jembatan Teluk Kendari memiliki panjang 1.348,47 meter. Jembatan yang dibangun sejak 2015 itu menghubungkan kawasan Pelabuhan Kota Lama dan Kecamatan Poasia.
Konstruksi Jembatan Teluk Kendari ini menggunakan bentang kabel yang serupa dengan Jembatan Barelang di Batam, Jembatan Suramadu di Jawa Timur dan Jembatan Merah Putih di Ambon. Sebelum adanya Jembatan Teluk Kendari ini, masyarakat harus menyeberangi Teluk Kendari menggunakan kapal ferry atau memutari teluk sejauh 20 km dengan waktu tempuh 30-35 menit.
Kini, jembatan itu tak hanya berfungsi sebagai akses mobilitas warga, tetapi juga menjelma sebagai ikon kota Kendari. Banyak pula yang memanfaatkannya sebagai destinasi wisata baru di kota Kendari.
4. Pulau-Pulau Kecil Memesona
Berada di dekat laut, Kendari dikelilingi pulau-pulau kecil yang indah. Salah satunya, Pulau Bokori yang memiliki hamparan pasir putih yang cantik. Wisatawan bisa menyelam dengan spot pemandangan bawah laut yang sangat menawan.
Pulau Bokori bisa dibilang memiliki fasilitas yang cukup memadai dan lengkap, mulai dari tempat penginapan, tempat makan dan fasilitas lainnya. Pulau Bokori terletak di bibir Teluk Kendari, tepatnya di Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Kemudian, Pulau Labengki yang disebut-sebut sebagai miniatur Raja Ampat. Kepulauan Labengki terdiri dari lima pulau besar, yaitu Labengki Besar, Labengki Kecil, Alnamira, Tukoh Kulay, dan Mauang.
Secara adminstratif, Pulau Labengki berada di Desa Labengki, Kecamatan Lasoo. Pulau ini memiliki gugusan pulau yang ada di tengah laut dan menjadikan panorama tersebut mirip dengan Raja Ampat, tepatnya Wayag. Pulau ini juga memiliki satu spot yang begitu istimewa, yakni Teluk Cinta.
Advertisement
5. Mobasa-basa, Tradisi Jelang Ramadhan
Tradisi Mobasa-basa merupakan tradisi Suku Tolaki yang mendiami daratan Kota Kendari, Konawe, dan sebagian daerah Kolaka. Tradisi ini dilakukan oleh para tetua adat, masyarakat, dan bersama tokoh agama.
Biasanya, tradisi ini dilaksanakan sebelum menjelang 1 Ramadhan sebagai bentuk rasa ucapan syukur kepada Allah SWT karena sudah dipertemukan lagi dengan bulan ampunan dan bulan pahala. Tak hanya itu, tradisi ini juga sebagai bentuk doa bersama untuk arwah para leluhur, tolak bala, atau menyambut hari-hari besar Islam lainnya.
Dulunya, permohonan yang dipanjatkan dalam tradisi ini masih sangat kental dan erat dengan mantra-mantra masyrakat adat tolaki. Namun sejak kehadiran Islam, mantra-mantra tersebut bertransformasi ke dalam doa-doa Islam.
6. Makanan Khas Kendari
Sinonggi merupakan kuliner khas Kendari yang terbuat dari sari pati sagu yang kemudian diolah dengan rempah-rempah. Cita rasanya gurih dan segar. Biasanya, Sinonggi disajikan dengan lauk, seperti ikan dan juga daging ataupun sayur, dan dikonsumsi pada acara adat tertentu, seperti tradisi Mosonggi.
Makanan khas Kendari selanjutnya adalah ikan dole yang merupakan makanan tradisional yang terbuat dari bahan dasar ikan tenggiri yang ditambah dengan parutan kelapa muda. Makanan ini memiliki rasa yang gurih dan juga unik. (Melia Setiawati)
Kalender Libur Nasional dan Cuti Bersama
Advertisement