Liputan6.com, Makassar - Mahkamah Agung (MA) akhirnya memutuskan perkara tindak pidana penipuan yang telah menjerat Iptu Yusuf Purwantoro, eks Bendahara Brimob Polda Sulsel sebagai terdakwa.
Dalam putusannya bernomor 55 K/Pid/ 2021, MA menyatakan mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh JPU Kejaksaan Negeri Makassar dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Makassar nomor 426/ Pid/ 2020/ PT Makassar tanggal 17 September 2020 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Makassar nomor 115/ Pid. B/ 2020/ PN Makassar tanggal 9 Juli 2020.
Selanjutnya, turut menyatakan terdakwa Yusuf Purwantoro telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan dan menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun.
Tak hanya itu, MA juga menetapkan masa penahanan yang akan dijalani terdakwa. Di mana masa penahanannya dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
Baca Juga
Advertisement
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Ridwan Saputra membenarkan adanya putusan Mahkamah Agung (MA) tersebut.
Hanya saja, kata dia, pihaknya belum mengeksekusi putusan MA yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrath) tersebut, karena belum mendapatkan disposisi dari pimpinan dalam hal ini Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Sulsel.
"Surat sudah kami ajukan ke pimpinan, tinggal tunggu disposisinya. Yah mungkin pekan depan sudah ada," ucap Ridwan via telepon, Rabu (17/3/2021).
Sebelumnya, perbuatan eks Bendahara Brimob Polda Sulsel tersebut sempat dinyatakan tidak bersalah di tingkat banding. Pengadilan Tinggi Makassar yang menyidangkan gugatan bandingnya menyatakan ia terbukti melakukan perbuatan seperti yang didakwakan JPU. Akan tetapi perbuatannya tidak dianggap merupakan suatu tindak pidana.
Sementara pada putusan Pengadilan Negeri Makassar sebelumnya, eks Bendahara Brimob Polda Sulsel tersebut diganjar hukuman penjara 2 tahun 6 bulan.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang diketuai oleh Zulkifli selaku Ketua Majelis Hakim saat itu, menyatakan eks Bendahara Brimob Polda Sulsel tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan dan diperintahkan untuk segera ditahan dalam tahanan Rutan.
Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar tersebut melalui pertimbangan dua hal. Yakni hal-hal yang memberatkan dan juga meringankan. Hal-hal yang memberatkan, di mana terdakwa membawa-bawa nama institusi dan janji untuk mengembalikan uang korban tapi sampai detik ini tidak ada pengembalian.
Sementara hal-hal yang meringankan, menurut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar, terdakwa bersikap sopan dalam persidangan.
Besaran hukum penjara yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri Makassar tersebut, tidak terlalu jauh dari besaran tuntutan yang diberikan oleh JPU. Di mana JPU sebelumnya memberikan tuntutan hukuman penjara kepada eks Bendahara Brimob Polda Sulsel itu selama 3 tahun 10 bulan dan memerintahkan agar segera ditahan di dalam tahanan Rutan.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Kronologi Perkara
Dalam perkara dugaan tindak pidana penipuan bernomor 115/ Pid.B/ 2020/ PN Makassar, Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya mendakwa eks Bendahara Brimob Polda Sulsel, Iptu Yusuf Purwantoro dengan ancaman Pasal 378 KUHPidana yang ancaman pidananya maksimal 4 tahun penjara.
Polisi berpangkat Inspektur Polisi Satu itu terjerat perkara dugaan penipuan saat ia menemui korbannya, A. Wijaya di Kabupaten Sidrap untuk meminta tolong dipinjamkan uang sebesar Rp1 miliar dengan alasan ingin membayar uang tunjangan kinerja (tukin) seluruh personil Brimob Polda Sulsel yang sebelumnya telah ia gunakan guna kebutuhan lain.
Karena mengingat terdakwa merupakan kawan sekolahnya dulu, korban pun memberikan bantuan dana sesuai yang diminta oleh terdakwa melalui via transfer.
Namun belakangan uang yang dipinjam tersebut, tak kunjung dikembalikan oleh terdakwa hingga batas tempo yang dijanjikan. Terdakwa malah belakangan terus menghindar dengan memutuskan komunikasi dengan terdakwa.
Atas perbuatan terdakwa itu, selain membuat korbannya menanggung kerugian besar, juga membuat malu korban dengan keluarganya khususnya tantenya yang meminjamkan uang kepadanya.
"Uang yang saya berikan ke terdakwa itu uangnya tante dari hasil gadai sertifikat rumah di Bank. Jadi karena perbuatan terdakwa, saya harus menanggung beban membayar uang Bank," terang korban, A. Wijaya.
Advertisement