BSI Bakal Kucurkan Rp 69,4 Miliar Bantuan Rumah Swadaya di Aceh

Kementerian PUPR mendorong Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Aceh senilai Rp 69,4 miliar melalui Bank Syariah Indonesia (BSI).

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 18 Mar 2021, 12:20 WIB
Aktivitas pekerja di kantor cabang Bank Syariah Indonesia, Jakarta Selasa (2/2/2021). PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) resmi beroperasi dengan nama baru mulai 1 Februari 2021. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendorong pelaksanaan penyaluran dana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Aceh senilai Rp 69,4 miliar melalui Bank Syariah Indonesia (BSI).

Anggaran tersebut nantinya akan disalurkan untuk membantu masyarakat melaksanakan peningkatan kualitas rumah melalui kegiatan bedah rumah untuk 3.470 unit rumah tidak layak huni di provinsi tersebut.

"Kami menggandeng Bank Syariah Indonesia untuk penyaluran dana Program BSPS di Provinsi Aceh," ujar Kepala Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (P2P) Sumatera I Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Teuku Faisal Riza dalam keterangan tertulis, Kamis (18/3/2021).

Perjanjian kerjasama tentang penyaluran Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Aceh pada 2021 ini ditandatangani oleh Regional CEO PT Bank Syariah Indonesia Tbk, Nana Hendriana dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Rumah Swadaya dan Rumah Umum dan Komersial (RUK), Muhammad Anggit Kadri.

Teuku Faisal Riza menerangkan, pada 2021 ini Balai P2P Sumatera I akan mengalokasikan anggaran senilai Rp 69,4 miliar untuk melakukan peningkatan kualitas sebanyak 3.470 unit rumah.

Dia mengharapkan dengan adanya kerjasama ini, BSI dapat menyalurkan bantuan kepada masyarakat yang penerima BSPS sesuai aturan yang berlaku.

"Setiap penerima Program BSPS akan menerima bantuan dari pemerintah sebesar Rp 20 juta yang digunakan untuk membeli bahan bangunan dan upah tukang. Kami juga mentargetkan seluruh pekerjaan di lapangan bisa selesai pada akhir tahun ini," jelasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kalah dari Malaysia, Penetrasi Bank Syariah Indonesia Masih di Bawah 7 Persen

Pekerja beraktivitas di kantor cabang Bank Syariah Indonesia, Jakarta Selasa (2/2/2021). Pada 27 Januari 2021, BSI telah mendapatkan persetujuan dari OJK ditandai dengan keluarnya Salinan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor 4/KDK.03/2021. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Direktur Utama Bank Syariah Indonesia  (BSI) Hery Gunardi, mengharapkan perbankan syariah di Indonesia bisa tumbuh dengan baik, namun disisi lain ia menilai penetrasi bank syariah di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan negara-negara lainnya.

“Kita juga mesti juga sadar bahwa penetrasi bank syariah di Indonesia masih sangat rendah kalau kita bandingkan dengan negara-negara lain,” kata Hery dalam Webinar Era Baru Pembiayaan Syariah di Indonesia, Rabu (17/3/2021).

Di akhir tahun 2020 yang lalu penetrasi bank Syariah di Indonesia baru sekitar 6,51 persen atau masih di bawah 7 persen, dibandingkan dengan negara tetangga kita seperti Malaysia penetrasinya sudah hampir 30 persen.

“Apalagi dibanding negara-negara lain yang ada di middle east seperti Kuwait  (49 persen)  dan juga Saudi Arabia(63 persen) yang tentunya angkanya cukup fantastis cukup tinggi,” ujarnya.

Hery pun tidak menampik, bahwa Indonesia memang sedikit terlambat masuk ke bisnis keuangan Syariah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia yang sudah memulai pada tahun 60-an, sementara Indonesia baru memulai tahun 90-an.

“Di sisi lain juga tantangannya adalah di negara seperti Malaysia dan Brunei misalnya, pemerintah banyak sekali memberikan insentif ataupun benefit kepada industri keuangan Syariah, dari sisi tarif perpajakan diberi lebih kemudahan dibandingkan dengan perbankan konvensional,” katanya.

Menurutnya, perbankan syariah di negara-negara seperti Malaysia, Brunei Darussalam dan lainnya itu bisa  tumbuh lebih cepat dan lebih baik dibandingkan dengan negara Indonesia dikarenakan peran Pemerintah dalam mewujudkan bisnis keuangan Syariah itu sangat masif.

“Mudah-mudahan tahun ini dan tahun-tahun mendatang, dengan dukungan yang optimal diberikan oleh semua pihak baik pemerintah dan juga regulator tentunya juga pelaku industri keuangan syariah ini harapannya perbankan syariah Indonesia juga akan bisa tumbuh lebih cepat, sehingga bisa mendekati apa yang dicapai oleh perbankan konvensional,” ungkapnya. 


Kinerja Perbankan Syariah

Petugas Bank tengah menghitung uang rupiah di Bank BRI Syariah, Jakarta, Selasa (28/2). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah tipis pada perdagangan Selasa pekan ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kendati begitu, dilihat dari kinerja perbankan syariah Indonesia di tengah kondisi yang cukup menantang di tahun 2020 dampak pandemi covid-19, masih dapat tumbuh baik dibandingkan dengan perbankan nasional, maupun perbankan konvensional.

“Bahwa perbankan syariah ini cukup resilient di tengah kondisi yang kurang menguntungkan dan Kalau kami memperhatikan karena bisnis model yang berbeda antara perbankan syariah dan perbankan konvensional,” jelasnya.

Di perbankan syariah tentunya konsep profit and loss sharing ini memberikan fleksibilitas kepada pemilik dana maupun perbankannya, untuk bisa melakukan adjustment pada saat kondisi kurang diuntungkan.

“Di perbankan syariah sendiri dari sisi aset di tahun 2020 yang lalu masih tumbuh double digit sebesar 13,11 persen, dana pihak ketiga juga mengalami pertumbuhan sebesar 11,88 persen, pembiayaan juga tumbuh positif  sebesar 8,08 persen,” kata Hery.

Sementara perbankan konvensional pertumbuhannya, dari sisi aset perbankan konvensional tumbuh sebesar 6,73 persen, pembiayaan negatif 3,02 persen, dan dana pihak ketiga tumbuh double digit 10,97 persen.    

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya