Liputan6.com, Jakarta - Rangkaian video pengguna TikTok @diaheropa mendadak jadi topik hangat perbincangan publik. Dalam beberapa klip, dua perempuan yang mengaku terbang dari Jerman ini mengutarakan protes akan aturan masuk ke Indonesia di masa pandemi COVID-19.
"Kita datang dari Eropa membawa surat negatif PCR yang semuanya dilakukan secara online, hanya ambil tes saja yang datang langsung, itu pun bisa lewat email. Tapi, saat sampai di Indonesia, kita melewati kerumunan orang yang berpotensi lebih berbahaya untuk (terkena) Corona," kata pemilik akun tersebut.
Kerumunan yang dimaksud, katanya, yakni saat mengisi dan memberikan formulir. "Lalu, kita harus ke kerumunan imigrasi, dan masih harus mengantre di bea cukai, dan terakhir kita harus didesak-desak pihak sales hotel yang belum tentu mempunyai hasil negatif PCR seperti kita dari Eropa," katanya.
Baca Juga
Advertisement
"Ketika saya ke Eropa sejak tahun 2019 di pertama lockdown, saya selalu membawa hasil tes PCR dari Indonesia ke Eropa, dan di sana tidak ada kata-kata yang menyuruh saya melakukan karantina. Karena mereka tahu saya negatif (COVID-19), dan seluruh penumpang pesawat juga membawa tes negatif PCR," ucapnya.
"Tapi, kalau memang kita tidak mau terjangkit corona ya kita mandiri karantina di rumah, tanpa biaya apa pun, tanpa pemerintah menyuruh kita membayar (tes) PCR. Itu sama seperti 'bisnis,'" kata si pengguna TikTok.
Narasi ini berlanjut pada video singkat dengan menuliskan keterangan, "Kita sudah lelah 14 jam perjalanan. Masih harus tawar-menawar hotel dan untuk dua kali PCR. Oh wajah bisnis corona. Kita menganggur karenamu dan kita diperas olehmu."
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Biaya Karantina Mandiri
Di video selanjutnya, pengguna TikTok itu merekam klip bersama seorang perempuan yang diklaim ditemuinya di bandara. Karena mendapat informasi bahwa Wisma Atlet adalah untuk pasien positif COVID-19, keduanya memutuskan untuk berbagi kamar hotel selama menjalani karantina mandiri.
"Sebenarnya sih kita itu sudah PCR dari Eropa, dari Jerman, (hasilnya) negatif. Terus di PCR itu, hasilnya negatif, ada expired-nya sampai 14 hari. Berarti harusnya kita enggak usah ikut karantina," kata perempuan yang satunya.
Ia menambahkan narasi serupa bahwa mereka yang awalnya dinyatakan negatif COVID-19 dari hasil SWAB PCR bisa saja jadi positif karena "yang mengerumuni kita itu belum tentu punya hasil PCR."
"Kita lebih memilih (karantina) mandiri karena saya orangnya penakut. Beritanya juga simpang siur, ada yang katanya di Wisma Atlet itu dipositifkan (COVID), ada yang katakan di karantina mandiri itu nanti dinegatifkan. Jadi, aku ya, sangat khawatir jadi mandiri memilih ke hotel, sharing ke hotel," kata perempuan itu.
"Kalian tahu berapa bayar hotelnya? Paling murah Rp6,5 juta," ucapnya. "PCR-nya pun nggak gratis," sambung @diaheropa sambil memperlihatkan tanda pembayaran ke arah kamera.
Advertisement
Penegasan Maksud
Dalam video lanjutan, pemilik akun tersebut menjelaskan, "Saya mau memfokuskan pada pemerintah untuk membuat semua peraturan yang baru secara online, dan disebarluaskan dengan benar, dan tidak membuat berita bahwa Wisma Atlet hanya untuk yang positif (COVID-19), dan yang lokal gratis, tidak membayar hotel atau PCR, double PCR lanjutan."
"Ketika keluar kita melewati empat atau lima keramaian. Kenapa harus diadakan keramaian, bukan secara online. Di Eropa, karantina mandiri adalah mengkarantina diri di rumah. Jika ketahuan keluar rumah kita mendapat denda dua ribu euro. Sedangkan di sini, karantina mandiri adalah membayar hotel dan membayar double PCR setelah membawa hasil negatif," tuturnya.
"Saya tidak mengatakan sistem itu bodoh, tapi lebih baik mengurangi keramaian saat keluar dari pesawat karena saat kita sampai di Eropa, sama sekali tidak ada keramaian. Kita membawa hasil negatif bisa jadi positif saat semua petugas mendekati kita, jika mereka tidak mempunyai hasil tes PCR negatif sama seperti kita," ucapnya.
Aturan bagi Pelaku Perjalanan Internasional
Berdasarkan Surat Edaran Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Nomor 8 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional pada Masa Pandemi COVID-19, pelaku perjalanan internasional, baik Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA), harus mematuhi protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah Indonesia.
Mereka juga wajib menunjukkan hasil negatif melalui tes RT-PCR di negara asal yang sampelnya diambil maksimal 3x24 jam sebelum keberangkatan dan dilampirkan saat pemeriksaan kesehatan atau e-HAC Internasional Indonesia.
Pada saat kedatangan, dilakukan tes ulang RT-PCR dan wajib menjalani karantina terpusat selama 5x24 jam dengan ketentuan:
1. Bagi WNI, yaitu Pekerja Migran Indonesia (PMI), pelajar/mahasiswa; atau pegawai pemerintah yang kembali dari perjalanan dinas luar negeri di Wisma Pademangan sesuai Surat Keputusan Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 9 Tahun 2021 dengan biaya ditanggung pemerintah.
2. Bagi WNI di luar kriteria sebagaimana dimaksud pada angka dan bagi WNA, termasuk diplomat asing, di luar kepala perwakilan asing dan keluarga kepala perwakilan asing menjalani karantina di tempat akomodasi karantina yang telah mendapatkan sertifikasi penyelenggaraan akomodasi karantina Covid-19 oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan biaya seluruhnya ditanggung mandiri.
Dalam hal kepala perwakilan asing dan keluarga yang bertugas di Indonesia dapat melakukan karantina mandiri di kediaman masing-masing selama 5 x 24 jam.
Dalam hal hasil pemeriksaan ulang RT-PCR pada saat kedatangan menunjukkan hasil positif, maka dilakukan perawatan di rumah sakit bagi WNI dengan biaya ditanggung oleh pemerintah dan bagi WNA dengan biaya seluruhnya ditanggung mandiri.
Dalam hal WNA tidak dapat membiayai karantina mandiri dan/atau perawatannya di rumah sakit, pihak sponsor, kementerian/lembaga/BUMN yang memberikan pertimbangan izin masuk bagi WNA tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban yang dimaksud.
Setelah dilakukan karantina 5 x 24 jam terhitung sejak tanggal kedatangan, bagi WNI dan WNA, dilakukan pemeriksaan ulang RT-PCR.
Dalam hal hasil negatif, bagi WNI dan WNA, diperkenankan melanjutkan perjalanan dan dianjurkan untuk melakukan karantina mandiri selama 14 hari, serta menerapkan protokol kesehatan.
Dalam hal hasil positif, dilakukan perawatan di rumah sakit bagi WNI dengan biaya ditanggung pemerintah dan bagi WNA dengan biaya seluruhnya ditanggung mandiri.
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Bandara dan Pelabuhan Laut Internasional memfasilitasi WNI atau WNA pelaku perjalanan internasional yang membutuhkan pelayanan medis darurat saat kedatangan di Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku.
Kewajiban karantina dikecualikan pada WNA pemegang visa diplomatik dan visa dinas yang terkait kunjungan resmi/kenegaraan pejabat asing setingkat menteri ke atas dan WNA yang masuk ke Indonesia melalui skema Travel Corridor Arrangement, sesuai prinsip resiprositas dengan tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Advertisement