Liputan6.com, Jakarta - Fraksi Partai Golkar mengingatkan pembahasan Amandemen Konstitusi yang dilakukan Badan Pengkajian MPR RI berpeluang menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Apalagi, pembahasan itu dilakukan dalam situasi pandemi Covid 19 yang masih terus menghantui masyarakat.
Hal itu diungkapkan Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI, Ir.HM Idris Laena MH di Jakarta, Rabu (17/3/2021). "Lembaga MPR RI harusnya tidak disibukkan dengan melakukan kajian amandemen konstitusi. Ini bukan menjadi prioritas saat ini," katanya.
Advertisement
Dampak pembahasan amandemen konstitusi itu, kata Idris Laena, telah menimbulkan persoalan bagi sebagian masyarakat yang tidak mendapat informasi secara utuh. Mereka mencoba menduga-duga, ada apa sebenarnya di balik agenda amandemen konstitusi itu.
Ada yang menduga bahwa Amandemen Konstitusi dibuat demi memuluskan masa jabatan Presiden tiga Priode. Padahal, Presiden Joko Widodo telah mengklarifikasi berulangkali. Bahkan, Jokowi secara tegas menyebut tidak setuju dengan wacana tersebut mengingat dirinya lahir dari sistem demokrasi yang telah diatur dengan baik dalam konstitusi.
"Kecurigaan pasti akan terus muncul apalagi ketika salah satu Partai Politik, justu telah menegaskan bahwa menginginkan Pilpres kembali dipilih oleh anggota MPR yang ditolak secara tegas Partai Golkar," ungkapnya.
Bagi Golkar, kata Idris Laena, wacana itu jelas mencederai reformasi yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata, serta akan menjadi langkah mundur demokrasi di Indonesia.
"Suara sejumlah kalangan yang menilai janji MPR untuk membatasi pembahasan amandemen tidak sepenuhnya bisa dipegang, kental dengan aspek politik itu semakin menimbulkan isu kontroversial akan berpeluang muncul kembali. Bahkan, pembahasan itu bisa melebar ke isu krusial lain yang akan memundurkan demokrasi," katanya.
Menurut Idris Laena, sejatinya pembahasan oleh Badan Kajian MPR RI saat ini diwacanakan hanya untuk menindak lanjuti rekomendasi anggota MPR RI Priode 2014-2019 yang merekomendasikan untuk mengkaji suatu sistem pembangunan nasional model GBHN. Dan oleh badan pengkajian MPR RI dibuatlah frasa Pokok-Pokok Haluan Negara atau PPHN.
Konsekuensi dari rencana adanya Pokok-Pokok Haluan Negara itulah, jelasnya, menjadi pangkal masalah. Karena, melahirkan PPHN tersebut diperlukan produk hukum yakni, menambah pasal yang mengatur kewenangan MPR untuk membuat TAP MPR. Atau, menambah pasal yang mengatur kewenangan MPR untuk membuat Pokok-Pokok Haluan Negara yang keduanya berimplikasi pada Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Fraksi Partai Golkar berpendapat bahwa amandemen konstitusi di masa Pandemi Covid 19, adalah langkah gegabah. "Seharusnya, semua elemen bangsa terutama pemerintah berkonsentrasi mengatasi Pandemi Covid 19. Termasuk mempersiapkan langkah-langkah Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemi. Tidak perlu disibukkan dengan Isu-isu yang tidak mendesak malah justru akan menimbulkan kegaduhan baru," ujarnya.
Pada dasarnya Fraksi Partai Golkar MPR RI dapat menerima jika Pokok-Pokok Haluan Negara tetap diperlukan untuk dibuat. "Sebetulnya produk hukum berupa Undang-Undang saja, sudah dapat mengakomodir kepentingan nasional karena Undang-Undang juga merupakan produk hukum yang mengikat bagi seluruh warga negara Indonesia," tutupnya.