Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) terus melanjutkan pembelian obligasi pemerintah dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) untuk pembiayaan APBN 2021. Hingga 16 Maret 2021, bank sentral telah memborong SBN senilai Rp 65 triliun.
Perizinan pembelian surat utang negara oleh Bank Indonesia ini diputuskan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang diubah menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020.
Advertisement
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, sinergi ekspansi moneter pihaknya dengan akslerasi stimulus fiskal pemerintah juga terus diperkuat. Itu dilakukan melalui pembelian SBN oleh Bank Indonesia di pasar perdana.
"Setelah pada tahun 2020 pembelian dari pasar perdana sebesar Rp 473,42 triliun untuk pendanaan APBN 2020, pada tahun 2021 Bank Indonesia juga melanjutkan pembelian SBN dari pasar perdana untuk pembiayaan APBN tahun 2021," tuturnya dalam sesi teleconference, Kamis (18/3/2021).
Perry mengungkapkan, besarnya pembelian SBN di pasar perdana hingga 16 Maret 2021 mencapai sebesar Rp 65,03 triliun.
"Terdiri dari sebesar Rp 22,9 triliun melalui mekanisme lelang utama, dan sebesar Rp 42,13 triliun melalui mekanisme lelang tambahan atau green shoe options," tuturnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bank Indonesia Tahan Suku Bunga Acuan 3,5 Persen Demi Perkuat Rupiah
Bank Indonesia (BI) secara resmi menahan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate atau BI7DRRR di level 3,50 persen pada Maret 2021. Alasan BI tetap mempertahankan suku bungan acuannya demi memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah.
Keputusan itu diambil setelah bank sentral menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Rabu hingga Kamis, 17-18 Februari 2021.
"Setelah mencermati dan melihat berbagai assesment baik ekonomi global dan domestik, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 17-18 Maret 2021 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan sebesar 3,50 persen," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam sesi teleconference, Kamis (18/3/2021).
Perry mengatakan, Bank Indonesia juga memutuskan untuk menahan suku bunga deposito facility di level 2,75 persen, dan suku bunga lending facility pada 4,25 persen.
"Keputusan ini sejalan dengan memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian global, dan di tengah angka inflasi yang rendah," sambung Perry.
Sebelumnya, Bank Indonesia dalam RDG pada 17-Februari lalu telah memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps dari 3,75 persen mejadi 3,50 persen.
Adapun di sepanjang 2020, BI telah memangkas suku bunga acuan sebanyak lima kali atau sebesar 125 basis points (bps), dari semula 5 persen menjadi 3,75 persen.
Advertisement
Demi Pulihkan Ekonomi, BI Pangkas Suku Bunga Acuan Terendah dalam Sejarah
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengatakan telah mengerahkan semua instrumen bank sentral mendukung pemulihan ekonomi Indonesia. Ia pun meyakini hal tersebut akan terwujud.
Dukungan BI termasuk stimulus kebijakan moneter, relaksasi kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran hingga membantu pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) melalui kerja sama dengan pemerintah. Indonesia menargetkan bisa mencapai pertumbuhan ekonomi 4,3 - 5,3 persen pada tahun ini.
"Semua instrumen kami mendukung untuk pemulihan ekonomi. Rupiah kita juga menguat dari Rp 16,575 per USD pada Maret tahun lalu menjadi sekitar Rp 14.300 saat ini," tutur Perry.
Bahkan BI memangkas suku bunga acuan enam kali sejak tahun lalu dari 150 basis poin (bps) menjadi 3,50 persen. "Ini merupakan yang terendah dalam sejarah," jelas Perry.
BI juga menetapkan batas uang muka atau down payment (DP) 0 persen untuk kredit kendaraan bermotor per 1 Maret 2021. Ketentuan ini berlaku baik untuk kendaraan bermotor roda dua (motor) maupun kendaraan roda empat (mobil).
Perry menjelaskan bahwa digitalisasi sistem pembayaran merupakan salah satu instrumen yang dimiliki BI untuk membantu pemulihan perekonomian Indonesia. Dalam hal ini BI antara lain memperluas penggunaan QRIS secara nasional untuk 12 juta merchant pada 2021.
Berdasarkan proyeksi BI, transaksi e-commerce pada 2021 akan meningkat sebesar 33,2 persen dengan nilai Rp 337 triliun. Selain itu, penggunaan uang elektronik pun diprediksi akan naik 32,3 persen pada tahun ini dengan nilai RP 266 triliun. Begitu pula dengan transaksi perbankan digital yang akan tumbuh sebesar 19,1 persen pada 2021.
"Akselerasi ekonomi dan finansial digital akan membantu pemulihan ekonomi. Kami optimis untuk pemulihan ekonomi ini," tutur Perry.