Liputan6.com, Jakarta - Sebagai pengganti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1995, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mengeluarkan aturan baru berupa POJK Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal.
Dalam aturan tersebut terdapat sejumlah ketentuan yang harus diperhatikan, salah satunya mengubah perusahaan terbuka menjadi tertutup.
Melihat hal tersebut, Presiden Direktur Schroders Investment Management Michael Tjoajadi menegaskan bila terdapat sejumlah ketentuan baru dari peraturan baru OJK, salah satunya rapat umum pemegang saham.
"Kalau mereka mau menjadi perusahaan tertutup lagi, dulu akan lebih mudah, tapi dengan POJK ini sudah diatur beberapa hal. Bagaimana sebuah perusahaan publik kalau mau jadi perusahan tertutup, sudah dikatakan di situ, siapa dan organ mana yang boleh meminta hal ini," kata Michael, Kamis (18/3/2021).
Baca Juga
Advertisement
Setelah mendapatkan persetujuan para pemegang saham, perusahaan tersebut perlu mendapatkan izin dari OJK terlebih dulu.
"Dalam peraturan ini sudah tertera dengan jelas, saat ingin menjadi perusahaan tertutup kembali direksi bisa meminta melalui rapat umum pemegang saham. Dan bila disetujui mereka harus memproses hal hal tersebut melalui bursa dan OJK," ujarnya.
Selain tiga langkah tersebut, perusahaan juga bisa menjadi tertutup apabila OJK meminta hal tersebut. "Tak hanya itu, OJK juga bisa meminta sebuah perusahaan terbuka menjadi tertutup. Demikian juga dengan bursa," tuturnya.
Perubahan aturan tersebut sesuatu yang sangat penting terutama pelaku pasar di pasar modal khususnya investor ritel. Michael menuturkan, dengan pertumbuhan investor ritel sehingga menjadi langkah penting dan baik dari OJK untuk melindungi investor ritel lewat aturan tersebut.
"Kita tak ingin investor ritel masuk ke pasar modal alami kerugian tak disangka,” ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
OJK Wajibkan Perusahaan Terbuka Catatkan Saham di Bursa Efek
Sebelumnya, resmi merilis aturan baru, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut ada ketentuan yang harus diperhatikan, salah satunya perusahaan terbuka tetapi tidak tercatat di papan perdagangan untuk mencatatkan saham di Bursa Efek Idonesia (BEI).
Hal ini tertuang dalam POJK Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal. Menggantikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1995, Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I OJK, Djustini Septiana menyebut perusahaan terbuka (Tbk) wajib mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Semua emiten yang masih belum listing saat ini, seperti bank muamalat wajib melakukan listing di lantai bursa," kata Djustini, Selasa, 9 Maret 2021.
Untuk mematuhi peraturan yang berlaku, OJK memberikan waktu selama dua tahun agar perusahaan bisa mencatatkan saham di bursa. Itu artinya pada 2023, seluruh perusahaan Tbk harus listing atau tercatat di bursa.
Alasan OJK menerapkan peraturan ini ialah membuat ekosistem di pasar modal lebih terkontrol. Selain itu, perusahaan yang mencatkan sahamnya di bursa dinilai mudah diawasi.
"Kalau perusahaan publik itu harus terdaftar, jangan hanya numpang di OJK saja, hal ini akhirnya menjadi tidak sehat. Dengan berlakunya peraturan ini, yang lama menyesuaikan, yang baru wajib listing. Ini mandatory," tuturnya.
Mendukung penerapam peraturan ini, OJK telah berkomunikasi dengan seluruh perusahaan terbuka yang saat ini belum mencatatkan sahamnya di lantai bursa.
"Kami sudah mengundang stakeholder untuk memberikan masukan atau komentar pada saat kita melakukan prosuder pembuatan peraturan. Harusnya semuanya sudah siap," ujar Djustini.
Adapun pada pasal 63 POJK Nomor 3/POJK.04/2021 disebutkan mengenai penawaran umum efek bersifat ekuitas mewajibkan mencatatkan efek bersifat ekuitasnya pada bursa efek dan mendaftarkan efek bersifat ekuitasnya pada penitipan kolektif di lembaga penyimpanan dan penyelesaian.
Baca Juga
Advertisement