Liputan6.com, Jakarta Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina menyebutkan 7 perusahaan penyedia alat kesehatan (alkes) yang ditunjuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tidak berpengalaman. Ketujuh perusahaan yang dimaksud adalah PT TWA, PT SIP, PT MBS, PT HL, PT NLM, PT BRN, dan PT MM.
ICW menduga ketujuh perusahaan penyedia alat kesehatan tidak memenuhi kriteria yang diatur sebagaimana peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Bahwa perusahaan-perusahaan tersebut diketahui tidak pernah bergelut dalam bidang pengadaan barang alat kesehatan di instansi pemerintah atau terdaftar pada e-katalog.
Advertisement
"Kami menduga bahwa 7 perusahaan ini tidak mempunyai pengalaman yang cukup untuk menjadi penyedia alat kesehatan," jelas Almas saat Diskusi Kajian Tata Kelola Distribusi Alat Kesehatan Dalam Kondisi COVID-19, Kamis (18/3/2021).
"Mereka tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam peraturan LKPP tentang pengadaan darurat dan surat edaran LKPP soal pengadaan alkes penanganan COVID-19."
Hasil penelusuran yang dihimpun ICW melihat data Gabungan Perusahaan Alat Kesehatan dan Laboratorium, tidak menemukan perusahaan-perusahaan yang ditunjuk BNPB terdaftar aktif sebagai penyedia alat kesehatan. Padahal diperlukan perusahaan penyedia alkes yang berpengalaman, terlebih lagi dalam pandemi COVID-19.
"Kami coba menelusuri itu. Kami mempertanyakan, apakah perusahaan di atas punya kapasitas atau qualified (memenuhi syarat) untuk mengadakan dan menyediakan alat uji pemeriksaan COVID-19 yang anggarannya sangat besar," terang Almas.
"Kami tahu kondisinya (awal pandemi) darurat. Tentu, untuk mendapatkan barang saya membayangkan pada saat itu tidak semudah sebagaimana kondisi normal. Semua negara berebut mendapatkan alat uji COVID-19."
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Banyak Perusahaan Banting Setir Jadi Penyedia Alat Kesehatan
Dalam situasi darurat pandemi COVID-19, menurut Almas Sjafrina, dibutuhkan perusahaan penyedia alat kesehatan yang memang sudah punya pengalaman dan sangat qualified.
"Artinya, perusahaan yang terbukti bukan pemain baru dalam bisnis alat kesehatan. Kami juga mencoba menelusuri keterlibatan 7 perusahaan yang ditunjuk BNPB dalam pengadaan alat kesehatan," katanya.
"Tidak ada satupun perusahaan yang kami temukan punya track record (jejak rekam) bahwa mereka pernah menyediakan pengadaan alat kesehatan. Kami juga coba ingin melihat fokus bisnis yang tercatat di dalam akta perusahaan untuk semakin meyakinkan, apakah perusahaan memang punya pengalaman dalam bisnis alat kesehatan."
Fenomena yang ditemukan ICW, terdapat pembaruan akta perusahaan. Sebelumnya, perusahaan yang ditunjuk penyedia alkes bukan bergerak di bidang alkes.
"Memang sekarang banyak perusahaan yang banting setir ke bisnis alat kesehatan. Karena bisnis di sektor lainnya sangat terpukul akibat pandemi COVID-19," lanjut Almas.
"Bisnis alkes bisa dibilang potensial tumbuh dan sangat menguntungkan dibanding bisnis lain masa pandemi COVID-19. Bisnis alat kesehatan inilah yang sepertinya juga dilakukan 7 perusahaan yang menyediakan alkes.
Ketujuh perusahaan yang ditunjuk BNPB memperbarui akta sekitar Maret, bahkan pada saat mulai berkontrak dengan BNPB pada 22 April 2020.
Advertisement
Terjadi Pengembalian Alat Kesehatan ke BNPB
Salah satu yang menjadi pertanyaan untuk BNPB, apa yang mendasari ditunjuknya 7 perusahaan, yang mana berdasarkan surat edaran LKPP dan peraturan LKPP tentang Pengadaan Darurat Penyedia Alkes harus punya pengalaman dalam bidang alat kesehatan.
"Kriteria penunjukan penyedia ini pertanyaan besar kami kepada BNPB. Sebelumnya, mereka bergerak banyak di bidang perdagangan eceran atau skala besar, seperti real estate. Ada juga di antara perusahaan bisnis perumahan dan lain-lain," ujar Almas.
"Jadi, tidak ada yang bergerak di sektor alat kesehatan. Kemudian mereka baru memperbarui akta perusahaannya dan menambahkan fokus bisnis alat laboratorium farmasi dan kedokteran pada tanggal yang sama saat mereka berkontak dengan BNPB."
Dampak dari tidak memenuhi syarat sebagai penyedia alat kesehatan, ICW menemukan, terjadi pengembalian 498.644 alat tes COVID-19 dari perusahaan yang ditunjuk BNPB.
"Terbukti sekarang, ada salah satu dampak dari penunjukan penyedia yang tidak tepat dan juga problem identifikasi kebutuhan yang tidak melibatkan fasilitas kesehatan di level lapangan laboratorium dan rumah sakit," kata Almas.
"Ternyata banyak sekali alat uji COVID-19 yang tidak cocok dan tidak dapat digunakan oleh fasilitas kesehatan oleh laboratorium, sehingga harus dikembalikan ke BNPB."
Satgas COVID-19 Bicara Soal Salah Satu Merek Reagen
Tenaga Ahli Ketua Satgas Penanganan COVID-19 M Nasser angkat bicara mengenai salah satu pengadaan alat kesehatan COVID-19 dengan merek Sansure. Satgas COVID-19 mengungkapkan reagen Sansure Biotech dipilih karena stabil.
"Reagen Sansure dipilih karena sangat stabil dan memiliki sensitivitas serta spesifitas yang baik," katanya.
Sesudah membeli reagen Sansure, April-Mei 2020 Satgas COVID-19 mendistribusikan ke 88 laboratorium yang ada di 31 provinsi.
"Ternyata dari sekian laboratorium, ada sejumlah laboratorium yag tidak dapat mengerjakan karena metode ekstrak RNA kering dan basah, sehingga tidak dapat dikombinasikan dengan baik," kata Nasser.
Selanjutnya, 13 Agustus 2020, dari hasil rapat koordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memutuskan, reagen yang tidak dapat digunakan bakal ditarik kembali. Ini termasuk reagen Sansure Biotech.
"Dalam rakor dengan BPKP seluruh reagen yang tidak dapat digunakan itu ditarik dan dilakukan redistribusi. Redistribusi baru selesai awal 2021 lalu," pungkasnya.
Advertisement