Liputan6.com, Jakarta Pemerintah berencana membuka keran impor beras sebanyak 1 juta ton. Impor tersebut akan dilakukan melalui penugasan kepada Perum Bulog untuk memenuhi kebutuhan pada 2021 ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, menjaga ketersediaan beras di dalam negeri merupakan hal penting untuk dilakukan agar harganya bisa tetap terkendali.
Advertisement
"Pemerintah melihat komoditas pangan itu penting. Sehingga salah satu yang penting adalah penyediaan beras dengan stok 1-1,5 juta ton," ujarnya dalam Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2021, seperti dikutip Jumat (19/3/2021).
Sementara Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menyampaikan, rencana impor beras ini telah disepakati dalam rapat koordinasi terbatas. Kementerian Perdagangan bahkan telah mengantongi jadwal impor beras tersebut.
Menurut dia, impor beras akan digunakan untuk menambah cadangan, atau disebutnya dengan istilah iron stock.
"Iron stock itu barang yang memang ditaruh untuk Bulog sebagai cadangan. Dia mesti memastikan barang itu selalu ada. Jadi tidak bisa dipengaruhi oleh panen atau apapun, karena memang dipakai sebagai iron stock," jelas Lutfi.
Namun sayangnya, arahan impor beras itu justru ditolak oleh Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso. Pria yang akrab disapa Buwas ini menyatakan dirinya ngotot menyerap beras lokal, meskipun kualitas dan kuantitasnya masih jauh dari beras impor.
Buwas menekankan, ketahanan pangan sangat penting dimiliki Indonesia apalagi di tengah pandemi Covid-19. Ketika produk lokal terserap, ketahanan pangan akan tercipta.
"Kenapa saya bertahan tidak impor walau ada perintah impor, cadangan beras kita saja masih ada 1,4 juta ton dari petani kita. Kenapa harus impor?" ungkapnya.
Buwas bilang, kalau pun harus impor, maka Bulog akan melakukannya, tapi dengan level urgensi yang tinggi. Dalam artian itu dilaksanakan jika memang sangat dibutuhkan.
Padahal menurutnya, jika ingin pekerjaan Bulog mudah dan cepat, pihaknya bisa langsung impor beras besar-besaran. Harga terjangkau, kualitas bagus, masyarakat bisa dapat beras dengan harga murah.
Tak hanya Budi Waseso alias Buwas yang menyatakan penolakan terhadap aksi impor beras ini. Sejumlah pejabat negara hingga pelaku usaha juga mempertanyakan urgensi pemerintah melakukan itu. Siapa saja?
Saksikan Video Ini
Susi Pudjiastuti
Pengusaha dan Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti ikut buka suara terkait wacana impor beras 1 juta ton. Dia meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan menghentikan impor beras ke Tanah Air.
"Pak Presiden yth. Mohon stop impor beras, masyarakat masih ada yg panen, panen juga berlimpah," tulis Susi melalui akun Twitter miliknya @susipudjiastuti.
Dia bahkan mendukung Buwas, sembari mengatakan panen tahun ini sangat bagus untuk kebutuhan dalam negeri.
"Pak Buwas, panen tahun ini sangat bagus .. jangan mau untk impor ...please fight Pak Buwas Beberkan 2 Menteri Jokowi yang Perintahkan Impor Beras," seru Susi.
Advertisement
Ridwan Kamil
Ujaran penolakan juga disampaikan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil, yang mengusulkan pemerintah pusat untuk menunda impor beras. Alasannya, impor berpotensi membuat harga beras lokal turun, sehingga mengancam kesejahteraan petani.
Kang Emil menilai, selain mengancam kesejahteraan petani, panen raya akan terjadi dalam waktu dekat. Ridwan Kamil mengatakan keputusan impor dapat dilakukan ketika stok beras dalam negeri defisit.
"Namun saat ini stok beras masih melimpah, terutama di Jabar yang kini dalam kondisi surplus. Kalau posisinya kita krisis beras, saya kira impor masuk akal tapi kamu surplus," tegas Kang Emil.
Ridwan Kamil beranggapan, daripada impor beras, hal terbaik yakni membeli beras dari petani Jabar yang kini stoknya masih melimpah. Hingga April 2021 mendatang, stok beras Jabar surplus 320 ribu ton.
"Jumlah itu sudah berlebih, sehingga membeli beras hasil petani lokal dianggap keputusan yang paling baik," ujar Kang Emil.
Ganjar Pranowo
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta pemerintah memperhitungkan urgensi impor beras 1 juta ton dalam waktu dekat. Sebab saat ini, para petani Indonesia termasuk di Jawa Tengah sudah mulai memasuki musim panen.
"Harus diperhitungkan, karena petani kita mulai panen. Maka petani butuh perhatian agar hasil panennya bisa terbeli, karena ongkos produksinya tidak murah," kata Ganjar Pranowo.
Ganjar menyebut kebutuhan impor beras harus dijelaskan secara detail agar tidak menggoncang situasi saat ini. Bahkan pada musim panen ini produksi beras di Indonesia dipastikan surplus. Dari perhitungan Dinas Pertanian dan Perkebunan Jawa Tengah, akan ada surplus 1 juta ton beras.
"Kira-kira surplus. Dari Dinas kita sudah menghitung. Kalau dari sisi kebutuhan, kita bisa surplus satu jutaan ton," ungkap dia.
Pedagang Beras
Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang, Zulkifly Rasyid, mengaku keberatan dengan rencana impor beras 1 juta ton. Itu lantaran bisa membuat harga beras lokal semakin jatuh.
"Kebijakan impor 1 juta ton itu jadi kami dari pedagang mengatakan keberatan impor itu ada saat sekarang. Sebab posisinya kita lagi panen. Pertama kita masih panen, dan kedua stoknya masih banyak. Bulog sendiri saja berasnya masih ada stok 700 ribu ton. Jadi kalau bisa impor ini jangan ada dulu," tuturnya kepada Liputan6.com.
Zulkifly menyayangkan pernyataan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu, yang menyatakan benci produk impor. Namun selang beberapa hari kemudian, pemerintah justru berencana akan impor 1 juta ton beras.
"Di waktu pembukaan rapat kerja Menteri Perdagangan Pak Jokowi yang ngomong. Saya mendengar dan melihat bahwa Jokowi menyatakan benci impor. Setelah itu keluar statemen akan impor beras 1 juta ton. Ini jadi polemik di lapangan," ujarnya.
Advertisement