Liputan6.com, Jakarta Jumat (5/3/2021), Mira Lesmana dan ratusan insan film mengunggah surat terbuka untuk Jokowi di akun medsos mereka. Para pekerja film mengajukan sejumlah tuntutan di antaranya paket stimulus, subsidi, perlindungan hukum dan kesehatan.
Beberapa hari setelahnya, Presiden Jokowi mengundang insan film ke Istana Negara membahas skema stimulus bantuan untuk menyelamatkan bioskop dan film Indonesia. Kini, giliran Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto menemui para pekerja film.
Baca Juga
Advertisement
Dalam Audiensi dengan Insan Perfilman Strategy Industri Film ikut Dalam Pemulihan Ekonomi di Jakarta, Jumat (19/3/2021), Airlangga Hartarto mendengar curhat sejumlah insan film. Produser Miles Films, Mira Lesmana menjelaskan stimulus yang dimaksud.
52 Juta Penonton
“Sebelumnya kita di tahun 2019 menerima sekitar 52 juta penonton film Indonesia. Kita berada di titik tertinggi bahkan untuk empat tahun berturut-turut itu terus meningkat. Selama pandemi ini, terakhir hanya 390 ribu penonton,” jelas produser Ada Apa Dengan Cinta?.
Jumlah penonton yang terjun bebas membuat pendapatan tak lagi bisa memenuhi kebutuhan para pekerja film. Mira Lesmana lantas membahas nasib bioskop di tengah pandemi. Dari 427 lokasi, baru sekitar 140 yang beroperasi lagi.
Jika satu layar mempekerjakan sekitar 10 karyawan, maka ada ribuan karyawan yang kini di rumah saja. “Kami berpikir skema stimulusnya adalah satu tiket yang biasanya kita dapatkan itu kita kalikan empat dengan adanya stimulus ini,” Mira menyambung.
“Jadi satu penonton, sebenarnya kita mendapat empat penonton. Tapi penonton juga kita ajak excited ke bioskop, dengan memberikan buy one get one free. Kita memberi subsidi tidak hanya kepada pemilik film, tapi juga ke bioskop dan penonton,” imbuhnya.
Advertisement
Paparan Joko Anwar
Dalam kesempatan itu, Joko Anwar membeberkan sejumlah data. Salah satunya, pada 2019, ada sekitar 129 film Indonesia dirilis. Satu judul film yang diproduksi mempekerjakan antara 80 sampai 300 orang kru.
“Ketika pandemi, kita hanya merilis film sebanyak tujuh judul. Walaupun ada judul yang sempat syuting tapi tidak bisa tayang di bioskop karena bioskopnya juga secara operasional masih sangat terhambat,” terang sutradara film Gundala.
Bioskop, menurut Joko Anwar, sangat penting karena 90 persen revenue pemasukan film berasal dari bioskop. “Kalau kita menayangkan film di bioskop, itu tidak ada batasnya (untuk) revenue. Selagi masih bisa tayang, penontonnya terus ada dan film akan terus diputar di sana,” ujar Joko Anwar.
Lalu, terciptalah box office dan terbukalah peluang untuk membuat sekuel, serial, dan akhirnya menjadi sebuah intellectual property alias IP.
Ingin Yang Akuntabel
Usai mendengar penjelasan Mira, Airlangga Hartarto mengakui pandemi telah meluluhlantakkan nasib para pekerja seni dan budaya. Tanpa berkarya, tak ada penghasilan. Ia mencontohkan bagaimana pekerja seni di Yogyakarta mencoba bangkit dari tindihan pandemi.
“Kalau yang dilakukan di Yogyakarta, mereka pentas dan disubsidi tapi itu levelnya pemerintah daerah. Tentu kita ingin yang akuntabel. Ada cara lain enggak selain buy one get one free. Ini kita perlu terus bertukar pikiran, metode apa,” Airlangga mengulas.
Advertisement
Serasa Menyewa Bioskop Pribadi
Masalah bioskop terkait dengan keberanian masyarakat untuk menonton. Mereka harus mendapat rasa aman saat menonton. Bioskop wajib menjelaskan standar protokol kesehatan selama wabah. Airlangga Hartarto sendiri telah menjajal ke bioskop saat pandemi.
“Cuma ada saya, enggak ada yang lain. Jadi (serasa) menyewa bioskop dengan biaya individual padahal ini on the weekend. Level percaya diri masyarakat masih rendah. Saya jalan ke mal sudah ramai tapi yang nonton bioskop hampir enggak ada,” sesalnya.