Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 membuat banyak orang ingin menambah cadangan keuangan dan menjaga arus keuangan keluarga. Pandemi juga membuat banyak orang tertekan akan komitmen cicilan bulanan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) & KKB (Kredit Kendaraan Bermotor) mereka.
Memahami hal ini, sebuah platform fintech asal Singapura, mencoba memberi solusi fintech inovatif yang memungkinkan pengguna untuk membayar cicilan bulanan rumah dan mobil hingga 45 hari tanpa bunga.
Advertisement
Fintech ini pun, mengklaim sebagai yang pertama dengan Scalable Artificial Intelligence yang menyediakan "Layanan Perpanjangan Pembayaran Angsuran (LPPA) + Global Cash Reward Eco System Platform" untuk pengguna pinjaman mobil dan rumah.
"Sesuai tagline 'kami talangi untuk anda dulu', sehingga kami coba membantu semua orang meringankan beban bulanan. Ini bebas bunga, tidak perlu pinjaman, dan persetujuannya instan,"tutur Co-Founder convertCASH, Jason Bak, di Jakarta, Sabtu (20/3/2021)
Syarat mudahnya, lanjut Jason, calon konsumennya harus memiliki kartu kredit sebagai jaminan saat menggunakan convertCASH. Pengguna kemudian dapat membayar kembali ke kartu kredit tersebut tanpa ada biaya bunga hingga 45 hari.
Sejak November tahun lalu berdiri, Jason mengungkapkan, fintechnya sudah memiliki nilai transaksi hingga Rp 1.8 miliar.
“Jumlah transaksi maksimum yang dapat dilakukan melalui convertCASH adalah Rp 72,5 Juta. Bagi kami, setiap transaksi sangat berarti, itu artinya kami telah berhasil membantu orang-orang untuk meringankan masalah mereka,” jelas Jason.
Berkantor pusat di Singapura, convertCASH mengaku alami pertumbuhan pesat di Indonesia, Malaysia, Australia, dan wilayah ASEAN. Platform ini berencana untuk memperluas jaringannya ke Hong Kong, Thailand, Vietnam dan Filipina pada kuartal kedua tahun ini dan ke Jepang, Korea, Cina pada tahun 2022.
"Aplikasi ini tersedia di iOS, Android, dan Huawei," ungkap Jason. (Pramita Tristiawati)
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Fintech Bisa Bantu Pemerintah Perbaharui Data Penduduk
Indonesia Fintech Society (IFSoc) menilai permasalahan utama Indonesia selama ini pada pengelolaan dan pengumpulan data yang belum tertata dengan baik.
Akibatnya integrasi penyaluran bantuan sosial (bansos) lewat platform digital dirasa masih tidak memungkinkan dilakukan pemerintah. Padahal dengan penyaluran bansos lewat platform ini bisa membantu pemerintah dalam memperbaharui data.
"Masalah data dan verifikasi data ini dua hal yang bisa dilakukan dengan platform digital," kata Ekonom Senior CSIS, Yose Rizal Damuri dalam Press Briefing: Digitalisasi Bansos untuk Meningkatkan Akuntabilitas dan Efektivitas Penyaluran Bansos, Jakarta, Selasa (9/3).
Penyaluran bansos lewat platform digital bisa memperbaharui data yang dimiliki pemerintah atau bahkan melengkapi data yang belum ada. Sebab, calon penerima bantuan bisa mengisi data secara mandiri.
"Pembaruan DTKS juga dapat memberikan opsi untuk self-registration," kata dia.
Lalu, lanjut Yose, data yang dikumpulkan fintech tersebut akan diverifikasi Pemerintah Daerah dan pihak lainnya. Penggabungan dengan sumber data lainnya seperti dari Direktorat Kependudukan dan Catatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri juga bisa dilakukan.
Advertisement
Seperti Kolombia
Pertukaran data antar lembaga pemerintah lintas sektor ini telah dilakukan di Kolombia. Sektor keuangan dan operator telekomunikasi saling bertukar data untuk mengidentifikasi rekening bank atau e-wallet dalam rangka memahami kesiapan masyarakat terhadap pembayaran digital berdasarkan akses ke koneksi.
Kolombia menciptakan situation room agar pemangku kepentingan termasuk pihak swasta dapat bertemu sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan. Sehingga bisa menghasilkan menciptakan solusi menghilangkan biaya penarikan ATM,
"Dalam penyalurannya juga (Kolombia) pakai data tersebut terkait monitoring. Pemangku kepentingan dan swasta bisa ketemu dan memberikan perbaikan yang dibutuhkan seperti pengumpulan data," kata Yose.
Sementra itu, di Indonesia pembaharuan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Pemerintah Daerah (Pemda). Mereka menggunakan data kependudukan dan nomor ponsel dari operator seluler agar lebih cepat, tepat sasaran dan efisien. Verifikasi data pun bisa dilakukan langsung oleh Pemda, keluarga dekat dan lainnya.
Anisyah Al Faqir
Merdeka.com