Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini jagat maya dihebohkan dengan viral sebuah video seorang jaksa yang disebut menerima suap dalam pengurusan perkara mantan Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab.
Namun, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menegaskan, video viral jaksa tersebut adalah hoaks.
Advertisement
"Ternyata ini hoaks: penangkapan atas jaksa AF oleh Jaksa Yulianto itu terjadi 6 tahun lalu di Sumenep. Bukan di Jakarta dan bukan dlm kasus yang sekarang," kicau Mahfud Md di akun twitternya @mohmahfudmd, Minggu (21/3/2021).
Bantahan serupa juga dilontarkan pihak Kejaksaan Agung (Kejagung). Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyebut, dalam video yang beredar di media sosial itu dikaitkan dengan penjelasan Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Korupsi Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jam Pidsus) Kejagung Yulianto pada 2016 lalu.
Video tersebut bernarasi 'terbongkar kasus jaksa yang menangani kasus sidang HRS menerima uang suap Rp 1,5 miliar'.
"Video penangkapan oknum Jaksa AF tidak berkaitan dengan proses sidang Rizieq Sihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Terlebih kasus tersebut baru disidangkan," tegas Leonard.
Berikut fakta-fakta terkait video viral seorang jaksa menerima suap dalam pengurusan perkara yang menjerat Rizieq Shihab dihimpun Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
1. Kejagung Sebut Kejadian dalam Video Terjadi 2016 Lalu
Viral sebuah video, seorang jaksa yang menerima suap dalam pengurusan perkara yang menjerat mantan Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab. Kejaksaan Agung (Kejagung) merespons video tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyebut, video yang beredar di media sosial tersebut terjadi pada 2016 lalu. Juga tak berkaitan dengan penanganan perkara Rizieq Shihab.
"Bahwa video penangkapan seorang oknum jaksa oleh Tim Saber Pungli Kejaksaan Agung adalah peristiwa yang terjadi pada bulan November tahun 2016 yang lalu dan bukan merupakan pengakuan jaksa yang menerima suap kasus sidang Habib Rizieq Sihab," ujar Leonard dalam keterangannya, Minggu (21/3/2021).
Dia mengatakan, video yang beredar di media sosial itu dikaitkan dengan penjelasan Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Korupsi Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jam Pidsus) Kejagung Yulianto pada 2016 lalu.
Video tersebut beredar dengan narasi 'terbongkar kasus jaksa yang menangani kasus sidang HRS menerima uang suap Rp 1,5 miliar'.
Advertisement
2. Kejagung Tegaskan Video Hoaks
Menurut Leonard, jaksa yang tertangkap itu berinisial AF dan terjadi pada 2016.
"Bahwa penangkapan oknum jaksa berinisial AF di Jawa Timur tersebut terkait dengan pemberian suap dalam penanganan perkara Tindak Pidana Korupsi Penjualan Tanah Kas Desa di Desa Kali Mok Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep Jawa Timur," kata Leonard.
Leonard memastikan, video penangkapan oknum Jaksa AF tidak berkaitan dengan proses sidang Rizieq Sihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Terlebih kasus tersebut baru disidangkan.
"Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaaan Agung menegaskan bahwa informasi dalam video tersebut adalah tidak benar atau hoaks," kata Leonard.
3. Kejagung Minta Masyarakat Tak Terpengaruh
Kejagung meminta masyarakat tidak menyebar-luaskan video tersebut. Dia juga menyarankan masyarakat tidak mudah percaya dan terprovokasi dengan berita bohong atau hoax sebagaimana video yang sedang beredar saat ini.
"Kami juga meminta agar masyarakat tidak membuat berita atau video atau informasi yang tidak benar kebenarannya dan menyebarluaskan kepada masyarakat melalui jaringan media sosial yang ada," kata Leonard.
Perbuatan menyebarluaskan itu bisa dijerat dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, khususnya pasal 45A ayat (1).
"Setiap orang, yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan dipidana dengan pidana penjara enam tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000," Leonard memungkasi.
Advertisement
4. Menko Polhukam Minta Kasus Diusut
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menegaskan bahwa video viral tentang penangkapan jaksa yang menerima suap dalam penanganan perkara mantan pimpinan FPI, Rizieq Shihab adalah hoaks.
Menurut dia, video yang viral di media sosial itu terjadi enam tahun lalu di Sumenep, Jawa Timur dan tak berkaitan dengan kasus Rizieq Shihab.
"Ternyata ini hoaks: penangkapan atas jaksa AF oleh Jaksa Yulianto itu terjadi 6 tahun lalu di Sumenep. Bukan di Jakarta dan bukan dlm kasus yang sekarang," kicau Mahfud Md di akun twitternya @mohmahfudmd, Minggu (21/3/2021).
Mahfud menekankan pihaknya akan mengusut pihak yang memviralkan video tersebut, meski bukan delik aduan.
Dia juga akan menelaah kemungkinan dilakukan revisi Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
Hal ini agar masyarakat dapat membedakan delik aduan dan delik umum. Mahfud menyebut, untuk kasus-kasus seperti inilah pemerintah membuat UU ITE.
"Sengaja memviralkan video seperti ini tentu bukan delik aduan, tetap harus diusut. Tetapi kita tetap akan menelaah kemungkinan revisi UU ITE untuk menghilangkan potensi pasal karet dan membedakan delik aduan dan delik umum di dalamnya," tegas Mahfud.
5. Polisi Selidiki Video yang Viral
Polri tengah mempelajari rekaman video viral yang dinarasikan sebagai penangkapan jaksa yang menerima suap dalam penanganan perkara mantan pimpinan FPI, Rizieq Shihab.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memberikan keterangan terkait rekaman video yang beredar. Kejagung memastikan, video itu tidak ada kaitannya dengan proses sidang Rizieq Sihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, sehingga informasi itu hoaks.
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono menerangkan, penyidik sedang mengumpulkan bukti-bukti untuk mengidentifikasi penyebar dan pembuat video hoaks tersebut.
"Ya, penyidik akan mengusut," kata Argo, Minggu (21/3/2021).
Terkait hal ini, Argo mengimbau masyarakat tak menelan mentah-mentah informasi yang belum jelas kebenarannya. Selain itu, Polri meminta masyarakat lebih bijak dalam menerima informasi yang tidak jelas sumbernya.
"Masyarakat harus lebih bijak menggunakan media sosial agar menciptakan ruang digital yang produktif," jelas Argo.
Advertisement