Liputan6.com, Jakarta Setelah sekitar setahun menghadapi pandemi, banyak orang di seluruh dunia yang telah mengantisipasi momen dimana kehidupan dapat kembali ke tahap "normal pra-pandemi". Tetapi, seiring dengan perkembangan vaksin yang mungkin dapat membuat harapan tersebut segera terwujud, banyak yang justru kini merasakan kecemasan yang meningkat.
Sebuah survei baru-baru ini dari American Psychological Association (APA) menemukan bahwa 49% orang dewasa melaporkan merasa tidak nyaman untuk kembali berinteraksi secara langsung ketika pandemi berakhir. Bahkan, 48% dari mereka yang telah menerima laporan terbaru tentang vaksin Covid merasakan hal yang sama.
Advertisement
Lockdown karena Covid tidak bisa dipungkiri telah meningkatkan kecemasan sosial. Dikutip dari National Institute of Mental Health sebagaimana dilansir dari CNBC pada Senin (22/03/2021), kecemasan sosial adalah kondisi kesehatan mental yang ditandai dengan rasa takut yang kuat akan terus-menerus diawasi dan dinilai oleh orang lain. Selama Covid, kecemasan sosial menjadi permasalahan yang lebih akut dan umum.
Orang dengan kecemasan sosial biasanya mengalami gejala dalam beberapa situasi tertentu, seperti bertemu orang baru, ditempatkan di dalam rapat, melakukan wawancara kerja, atau bahkan sesederhana harus berbicara dengan kasir di toko. Kecenderungan mengalami gejala semacam ini berasal dari rasa takut dikritik atau ditolak oleh orang lain yang akhirnya dapat menyebabkan Anda menghindari tempat-tempat dimana Anda seharusnya bertemu dengan orang lain.
Telah terbiasa tinggal di dalam rumah
Hal ini tidak lain karena kebanyakan orang telah terbiasa tinggal di rumah dan menghindari interaksi sosial selama setahun terakhir. Akibat Covid, ada bahaya yang sangat nyata apabila berada di depan umum atau di sekitar orang lain.
“Dengan tinggal di rumah selama pandemi, kami telah bertindak seolah-olah kami memiliki kecemasan sosial yang parah,” kata Ellen Hendriksen, seorang psikolog klinis. “Ini untuk alasan yang bagus, tentu saja, tapi itu meniru penghindaran, yang memberi makan dan air (atas perkembangan) kecemasan sosial,” tambahnya.
Terlepas dari kenyataan bahwa kini sudah ada lebih banyak perkembangan tentang Covid dan ada tiga vaksin efektif yang digunakan, manusia pada dasarnya tidak menyukai ketidakpastian. “Tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi benar-benar bertentangan dengan bagaimana kita telah maju sebagai manusia,” ujar Kevin Antshel, psikolog klinis dan direktur program psikologi klinis di Syracuse University.
Semakin banyak ketidakpastian yang dirasakan, semakin kita cenderung menjadi takut. Dengan meningkatnya rasa takut, muncul tingkat kecemasan yang lebih tinggi, yang dapat merusak persepsi kita tentang berbagai hal.
“Menghadapi semua ketidakpastian itu, kami menjadi sangat tidak efektif dalam membuat penilaian yang baik atas ancaman risiko. Kami memiliki kecenderungan untuk melebih-lebihkan risiko atau meremehkan risiko, dan itu kemudian diterjemahkan ke dalam perilaku kami,” jelas Vaile Wright, seorang psikolog klinis dan direktur senior inovasi perawatan kesehatan di APA.
Misalnya, saat adanya perubahan kebijakan dimana beragam sektor bisnis dapat dibuka kembali, Anda mungkin bertanya-tanya apakah aman untuk melihat kakek-nenek Anda atau makan di dalam ruangan di restoran. Jika tempat kerja Anda mengumumkan bahwa Anda akan kembali ke kantor, Anda mungkin memiliki kekhawatiran yang sangat kuat tentang apa artinya bagi keselamatan Anda sendiri dan keluarga.
“Harus membuat keputusan itu berulang kali (akan) melelahkan,” kata Wright. "Anda selalu tidak yakin apakah Anda (telah) menempatkan diri dan keluarga Anda dalam risiko."
Advertisement
Bagaimana caranya merasa lebih nyaman saat mulai kembali berinteraksi dengan masyarakat?
Pertama, penting untuk selalu merujuk pada panduan yang direkomendasikan oleh para ahli dan Pusat Pengendalian Penyakit (Centers for Disease Control) dalam mengambil keputusan sambil tetap mengikuti perkembangan saat ada perubahan. Misalnya, CDC baru-baru ini memperbarui pedomannya untuk orang-orang yang telah divaksinasi penuh, mengatakan bahwa mereka dapat mengunjungi orang lain yang juga telah divaksinasi penuh dan beberapa orang yang tidak divaksinasi sekalipun di dalam ruangan tanpa mengenakan masker atau jarak sosial.
Sebuah studi di China yang diterbitkan pada bulan April menemukan bahwa 10,8% orang memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan stres pasca-trauma (PTSD) setelah kembali bekerja seperti biasa. Mengikuti langkah-langkah perlindungan pribadi, seperti memakai masker wajah, dapat secara efektif mengurangi gejala kejiwaan dan membuat orang merasa lebih percaya diri. Tips ini juga akan membantu lebih efektif ketika tempat kerja Anda mampu mendengarkan kekhawatiran karyawan dan meningkatkan kebersihan di sekitar tempat kerja.
"Saya pikir kita memiliki kecenderungan untuk menilai hanya karena seseorang mungkin melihat sesuatu yang berbeda dari yang kita lakukan," kata Wright. Sehingga, penting untuk menegaskan bahwa apakah Anda sedang tidak nyaman melakukan sesuatu berdasarkan faktor risiko pribadi Anda sendiri dan bagaimana anjuran di tempat Anda tinggal, dan "berpegang teguh pada hal itu tanpa penyesalan ketika seseorang menantang Anda (melakukan hal sebaliknya)," pungkasnya.
Jennifer Shannon, seorang terapis perilaku kognitif dan penulis yang mengkhususkan diri dalam gangguan kecemasan mengatakan bahwa wajar untuk merasa gugup dalam situasi baru, tetapi ingat bahwa emosi negatif bukanlah tanda Anda melakukan sesuatu yang salah.
“Batasi dorongan untuk mencari penenteraman hati dari orang lain bahwa Anda melakukan hal yang benar,” ujar Shannon. “Mendapatkan kepastian (memang) memperkuat keyakinan bahwa kita melakukan segalanya dengan benar (dan) kita akan terhindar dari kritik. (Namun), kepercayaan sejati datang dari membiarkan kesalahan dan menerima bahwa kita (pada akhirnya) tidak bisa menyenangkan semua orang,” tutupnya.
Reporter: Priscilla Dewi Kirana