Liputan6.com, Jakarta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa mendorong percepatan implementasi Satu Data Indonesia di tengah pandemi Covid-19. Menurutnya, ini demi mendukung berbagai program pemerintah yang bersifat mendesak.
"Seluruh kegiatan (satu data Indonesia) dilakukan untuk mendukung dan menjawab tantangan perihal penyelenggaraan data, termasuk mendukung berbagai program pemerintah yang bersifat mendesak. Seperti penanganan pandemi, penyediaan bantuan, dan transformasi digital," tuturnya dalam Sosialisasi Rencana Kerja Satu Data Indonesia 2021, Jakarta, Senin (22/3/2021).
Advertisement
Bos Bappenas ini mengungkapkan, implementasi Satu Data Indonesia nantinya akan bertujuan untuk pengembangan sektor digital di tanah air. Sehingga diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menyalurkan berbagai program bantuan bagi masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19.
"Karena (satu data Indonesia) dapat membantu kita bekerja secara efektif efisien serta tidak membatasi produktivitas di tengah keterbatasan interaksi dan mobilitas," ungkapnya.
Oleh karena itu, dia meminta kolaboratif pengelolaan data melalui forum Satu Data Indonesia perlu lebih ditingkatkan lagi oleh seluruh pemangku kepentingan terkait. Walhasil percepatan penyelenggaraan program Satu Data Indonesia bisa segera direalisasikan seutuhnya.
"Transformasi digital yang digadang oleh pemerintah ini jadi angin segar sekaligus menyelamatkan negeri dari pandemi. Karena dapat membantu kerja secara efektif, efisien, serta tidak membatasi produktivitas di tengah perbatasan dan mobilitas," papar Bos Bappenas itu.
Sulaeman
Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Indonesia Bakal Jadi Negara Pendapatan Tinggi di 2045, Asal Bisa Penuhi Syarat Ini
Menteri PPN/Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan Pemerintah menargetkan Indonesia bisa menjadi negara berpendapatan perkapita tinggi pada 2045 sebesar USD 23,199. Namun hal tersebut dapat tercapai jika pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata 6 persen.
“Bappenas telah meluncurkan visi Indonesia 2045 beberapa waktu yang lalu, visi 2045 itu senantiasa mengalami koreksi dari waktu ke waktu karena disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan sebagaimana hari ini sejak tahun lalu kita menghadapi pandemi,” kata Suharso dalam Kompas Talks Bersama KSI, Selasa (16/3/2021).
Lanjutnya, dalam tahapan menuju visi Indonesia 2045 tersebut terdapat serangkaian target yang hendak di capai yakni pada tahun 2036 Pemerintah menargetkan PDB perkapita Indonesia bisa mencapai USD 13.162.
Target tersebut dapat tercapai apabila pertumbuhan ekonomi rata-rata diangka 6 persen, dan pertumbuhan sektor manufaktur berada dikisaran 6,3 persen, serta konribusi manufaktur ke PDB 26 persen, dan jika pertumbuhan sektor pertanian rata-rata 3,1 persen.
“Karena ada pandemi ketika pertumbuhan ekonomi kita tergeser maka perlu ada hal-hal yang dikoreksi kembali. Jadi tahun 2036 itu harapan kita bisa USD 13.162 harus dikoreksi. Sebenarnya pada tahun 2020 kita sudah masuk di upper middle income countries dengan menembus GDP perkapita USD 4.100-an,” jelasnya.
Namun nyatanya Indonesia kembali lagi ke lower middle income PDB per kapitanya menjadi USD 3.900 mendekati angka PDB per kapita pada tahun 2017 yang mencapai USD 3.877. Dengan begitu, Suharso menyebut target PDB USD 13.162 tahun 2036 akan sulit tercapai, lantaran pertumbuhan ekonomi Indonesia terus terkoreksi.
“Apalagi tahun 2045 untuk mencapai USD 23.199, kalau pertumbuhan ekonomi hanya rata-rata 5 persen, hitungan kami mungkin kita masih di middle income belum lulus dari middle income trap,” ungkapnya.
Kendati begitu, Suharso tetap optimis. Indonesia masih bisa mewujudkan target-target tersebut dengan menerapkan strategi membangun pondasi yang didasari dengan ilmu pengetahuan dan inovasi.
“Ilmu pengetahuan dan inovasi sebenarnya sudah kita sertakan sebagai komponen penting dalam perencanaan pembangunan. Ilmu pengetahuan dan inovasi itu memang diperlukan sebagai titik ampu untuk memastikan ketercapaian visi Indonesia 2045,” ujarnya.
Jika Pemerintah Indonesia mampu memanfaatkannya dengan maksimal, maka pergeseran ekonomi ekstraktif menjadi ekonomi inklusif berbasis ilmu pengetahuan dapat di capai.
“Karena itu menuju ekonomi berbasis pengetahuan tentu yang harus kita pastikan adalah evolusi inovasi dan ilmu pengetahuan,” pungkasnya.
Advertisement