Liputan6.com, Jakarta - Meningkat tajam pekan lalu, harga batu bara termal acuan global melonjak 6,89 persen dan ditutup dengan harga USD 93,8 per ton pada Jumat 19 Maret 2021.
Melihat hal ini, Analis PT Binaartha Sekuritas, Nafan Aji menegaskan bila optimisme ada perbaikan ekonomi Indonesia menjadi salah satu faktor pendukung hal ini.
Advertisement
"Saya pikir tahun ini ada optimisme terhadap recovery perekonomian dan sejauh ini vaksin juga berjalan efektif. Di Indonesia juga didukung dengan kebijakan fiskal," kata Nafan kepada Liputan6.com, Senin (22/3/2021).
Selain itu, kualitas terbaik untuk batu bara di Indonesia juga bisa menjadi sentimen positif terhadap perusahaan Tanah Air. Hal ini tentunya juga akan berdampak pada emiten batu bara.
"Lalu untuk ekspor batu bara juga seharusnya bisa di atas harga pasar karena kualitasnya premium. Dari sisi teknikal untuk tahun ini masih bagus," ujarnya.
Saat disinggung rekomendasi saham emiten tambang batu bara, Nafan memiliki tiga andalan yakni PT. Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Indika Energy Tbk (INDY) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA). "Untuk Harum Energy (HRUM) melihat dulu ya. Tapi kalau saya tiga emiten itu ya menjadi rekomendasi," tuturnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Peluang Saham Emiten Tambang Batu Bara
Sebelumnya, mengalami kenaikan signifikan, harga batu bara termal ICE Newcastle menyentuh rekor tertinggi sepanjang 2021.
Pada akhir perdagangan minggu lalu, atau tepatnya Jumat 19 Maret 2021, harga tersebut naik 4,22 persen. Melihat hal ini, Analis PT Binaartha Sekuritas, Nafan Aji mejelaskan bila harga batu bara yang meningkat bisa saja memberikan dampak positif bagi emiten batu bara.
"Semuanya tergantung dari pola tebak-tebakan harga batu bara dari Newcastle. Kalau misalnya praktiknya baik, mestinya harga masing masing emiten bakal positif," kata Nafan kepada Liputan6.com, Senin, 22 Maret 2021.
Meski demikian, Ia juga menegaskan, kenaikan harga saham semuanya tergantung dari sentimen positif yang trejadi, salah satunya permintaan dari negara lain.
"Cuma semuanya juga tergantung dari sentimen, sepertinya ada peningkatan permintaan dari negara negara manufaktur besar atau kelompok ekspansi manufaktur," ujarnya.
Selain itu, jumlah batu bara yang kian menyusut diyakini Nafan bisa menjadi salah satu faktor meningkatnya harga.
"Kalau emiten-emiten di Indonesia bisa jalan terus, mestinya juga emiten tersebut bisa bekerja positif terhadap kinerja fundamental, terlebih tahun ini ada recovery perekonomian. Beda sama tahun lalu yang tantangannya besar," tuturnya.
Pada pekan lalu, harga batu bara termal acuan global naik 6,89 persen karena harga penutupan menyentuh USD 93,8 per ton.
Advertisement