Liputan6.com, Jakarta - Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) diajukan mantan karyawan PT Sepatu Bata Tbk (BATA) kepada perseroan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Melihat hal ini, Corporate Secretary PT Sepatu Bata Tbk, Theodorus Warlando Ginting menegaskan, perseroan memiliki pendirian bila pihaknya tidak bersalah dan PKPU yang diajukan tak memiliki dasar yang kuat.
"Perseroan berpendirian bahwa permohonan PKPU yang diajukan tidak berdasar dan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," katanya melalu keterbukaan informasi BEI, Senin (22/3/2021).
Baca Juga
Advertisement
Oleh karena itu, perusahaan sepatu tersebut telah menyiapkan langkah menanggapi pelaporan pemohon PKPU. "Perseroan akan mematuhi proses PKPU dan akan melindungi hak dan kepentingan Perseroan," ujarnya.
Tak hanya itu, Theodorus juga menyebut bila Perseroan akan melakukan segala upaya hukum untuk memastikan haknya tetap terjaga.
"Perseroan akan dan selalu memenuhi segala ketentuan hukum yang berlaku," tuturnya.
Siap menjalani persidangan, BATA mengaku bila kegiatan bisnis akan tetap berjalan seperti biasanya dan tak mengalami gangguan akibat kasus ini.
"Proses persidangan yang akan dijalani Perseroan tidak akan mempengaruhi kegiatan bisnis Perseroan dan Perseroan akan tetap menjalankan kegiatan bisnisnya seperti biasa," kata dia.
Perseroan juga menegaskan tak ada informasi atau kejadian penting lainnya yang dapat mempengaruhi kelangsungan perseroan dan harga saham perseroan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Penyebab Ada Gugatan PKPU
Sebelumnya, PT Sepatu Bata Tbk (BATA) menyampaikan terkait permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di Pengadian Negeri, Jakarta Pusat.
Melalui keterbukaan informasi BEI, Corporate Secretary Bata, Theodorus Warlando Ginting, menyatakan bila pemohon PKPU, yakni Agus Setiawan merupakan mantan karyawan perusahaan sepatu tersebut.
"Sebelum pemohon melakukan permohonan PKPU, terdapat perselisihan industrial antara perseroan dengan pemohon PKPU yang mana perselisihan tersebut telah diputus oleh Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta," kata Ginting, Senin (22/3/2021).
Dalam keterbukaan informasi tersebut, Theodorus juga menjelaskan, tidak ada perbandingan nilai pemohonan PKPU dan total kewajiban Perseroan karena yang menjadi dasar permohonan PKPU adalah pesangon.
"Dari pemohon dan atas pesangon tersebut Perseroan telah membayar kewajibannya secara penuh sehingga perseroan telah memenuhi dan mematuhi putusan di Pengadilan Hubungan Industrial," ujarnya.
Perusahaan sepatu tersebut juga menegaskan bila gugatan PKPU tidak akan berdampak banyak terhadap Perseroan baik dari sisi hukum, keuangan dan operasional.
Pada penutupan perdagangan saham, Senin, 22 Maret 2021, saham BATA stagnan di kisaran Rp 700 per saham. Total frekuensi perdagangan saham tujuh kali dengan nilai transaksi Rp 20,9 juta.
PT Sepatu Bata Tbk (BATA) mencatat penjualan turun 52,58 persen hingga sembilan bulan pertama 2020. Penjualan perseroan tercatat Rp 345,55 miliar dari periode sama 2019 sebesar Rp 728,76 miliar.
Beban pokok penjualan susut 28,07 persen dari Rp 393 miliar hingga kuartal III 2019 menjadi Rp 282,65 miliar hingga kuartal III 2020. Laba bruto turun 81,26 persen dari Rp 335,75 miliar menjadi Rp 62,89 miliar hingga September 2020. Perseroan mencatat rugi usaha sebesar Rp 156,27 miliar hingga kuartal III 2020 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 42,54 miliar.
Perseroan akhirnya mencatat rugi periode berjalan sebesar Rp 135,68 miliar hingga kuartal III 2020 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 28,26 miliar.
PT Sepatu Bata Tbk mencatat rugi per saham dasar mencapai Rp 104,37 hingga kuartal III 2020 dari periode periode saham tahun sebelumnya untung Rp 21,67 miliar.
Total liabilitas tercatat naik menjadi Rp 313,64 miliar pada 30 September 2020 dari periode 31 Desember 2019 sebesar Rp 209,89 miliar.
Ekuitas perseroan tercatat turun menjadi Rp 518,07 miliar pada 30 September 2020 dari periode 31 Desember 2019 sebesar Rp 653,25 miliar. Perseroan kantongi kas Rp 56,86 miliar pada 30 September 2020 dari periode 31 Desember 2019 Rp 7,68 miliar.
Advertisement