Masih Jauh Dari Harapan, DPR Tagih Realisasi Pembangunan Smelter Freeport

Dewan Perwakilan Rakyat Komisi VII mempertanyakan progress pembangunan smelter PT Freeport Indonesia

oleh Athika Rahma diperbarui 22 Mar 2021, 19:30 WIB
Tambang PT Freeport Indonesia di Papua. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P

Liputan6.com, Jakarta Dewan Perwakilan Rakyat Komisi VII mempertanyakan progress pembangunan smelter PT Freeport Indonesia dalam rapat kerja bersama Menteri ESDM Arifin Tasrif, Senin (22/3/2021).

Anggota komisi VII fraksi PDIP Nasyirul Falah Amru mengatakan, progres pembangunan smelter Freeport saat ini baru mencapai 6 persen. Angka tersebut masih jauh dari ekspektasi.

"Ini berpotensi melanggar Undang-undang Minerba yang kemarin baru kita luncurkan," kata Amru dalam rapat.

Memang, adanya pandemi turut berpengaruh terhadap progres pembangunan smelter ini. Kendati Amru mengakui, dirinya mendapat informasi bahwa smelter akan dipindahkan ke Halmahera.

Tentu, jika perpindahan tersebut terjadi, pembangunan smelter akan semakin molor, bahkan hingga 2 tahun.

"Kami juga ingin mempertanyakan kepada pak menteri, apakah pemindahan smelter Freeport ini dilakukan ke Halmahera atau masih bertahan ke Gresik dengan segala fasilitasnya?" ujarnya.

Anggota lainnya, yaitu Ridwan Hisjam daei Fraksi Partai Golkar menilai pembangunan smelter Freeport hanya akal-akalan karena tidak menghasilkan apa-apa.

Padahal, pemerintah sudah memiliki saham Freeport hingga 51 persen. Oleh karenanya, dirinya heran jika pembangun smelter tidak berprogres signifikan.

Ridwan mengusulkan agar BUMN dan swasta di bidang tambang dapat membangun ekosistem hilir yang lebih terpadu dengan pengawasan pemerintah.

"Saya mengusulkan, cobalah pemerintah yang turun tangan melakukan pembangunan dan semua jadi anggotanya dari anak-anak perusahaan, baik perusahaan BUMN maupun swasta, dan lokasi tidak usah jauh-jauh, di Gresik Petrokimia," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Tak Boleh Ingkar, Freeport Wajib Tuntaskan Pembangunan Smelter di 2023

Freeport Indonesia (AFP Photo)

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan, PT Freeport Indonesia (PTFI) wajib menuntaskan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) paling lambat pada 2023.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin menyatakan, Freeport Indonesia harus dapat menyelesaikan pembangunan smelter paling lambat 3 tahun setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral Batubara (UU Minerba).

"Sekali lagi Undang-Undang memerintahkan smelter harus selesai 3 tahun setelah Undang-Undang itu (Nomor 3/2020 disahkan). Jadi semua harus selesai pada 2023," kata Ridwan dalam sesi teleconference, Jumat (15/1/2021).

Kendati demikian, Ridwan tak mau menutup mata jika kondisi dunia saat ini belum seindah 100 persen seperti yang diharapkan. Oleh karenanya, pemerintah akan mempertimbangkan setiap kendala yang terjadi

"Artinya, target kita bukan untuk menghukum, bukan untuk menggagalkan, tapi target kita adalah membangun smelter. Kita akan fokus itu, waktunya sudah ditentukan," ujarnya.

"Namun tadi saya katakan jika ada perkembangan kita tentunya tidak menutup mata," dia menambahkan.

Dalam hal ini, Kementerian ESDM mempersilakan Freeport Indonesia bekerjasama dengan pihak lain dalam membangun smelter. Seperti rencana kerjasama dengan Tsingshan Steel China untuk membangun smelter tembaga di Weda Bay, Halmahera.

"Rencana kerjasama Freeport dengan perusahaan lain membangun smelter memang dibuka dalam perjanjian. Ada di anak kalimat penting yang kami gunakan sebagai acuan," jelas Ridwan.

"Anak kalimat pertama mengatakan, PT Freeport wajib membangun smelter baru. Anak kalimat kedua, boleh membangun sendiri, boleh bekerjasama. Mau bekerjasama silakan, namun wajib membangun smelter baru dengan kaidah-kaidah yang sesuai," tuturnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya