Liputan6.com, Jakarta - Kebutuhan terhadap hunian semakin meningkat setiap tahunnya, terlebih adanya pertumbuhan generasi milenial yang pesat membuat mereka membutuhkan tempat tinggal aman dan nyaman.
Namun, kondisi pembangunan rumah tapak di pinggiran Jakarta yang begitu jauh dari tempat kerja membuat generasi milenial memilih hunian vertikal.
Advertisement
Bank Indonesia mencatat penyaluran kredit properti pada Oktober 2020 kembali meningkat, dari 2,2 persen (year-on-year/yoy) pada September 2020, menjadi 3,1 persen (yoy). Peningkatan itu terutama dipicu kenaikan kredit konstruksi dan KPR/KPA.
Bulan ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga baru saja merevisi target pembangunan unit hunian dengan uang muka (DP) nol rupiah.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022 sebelumnya menargetkan pembangunan 232.214 unit rumah susun sederhana milik (rusunami). Tahun ini, rancangan perubahan RPJMD yang diusulkan Pemprov DKI Jakarta merevisi hanya menjadi 10.460 unit saja.
Anggota DPRD DKI Jakarta DKI Jakarta Gembong Warsono, menegaskan tugas pokok dan fungsi pemerintah daerah (Pemda) harus lebih jelas dan nyata agar tidak terjadi kekisruhan di kemudian hari. Hal ini untuk menciptakan kinerja secara profesional sehingga rencana pembangunan hunian dapat berjalan lancar.
“Kalau mau bicara profesional serahkan kepada Dinas Perumahan yang sudah menjadi tugasnya menyediakan hunian bagi warga ibu kota,” tegasnya, Senin (22/3/2021).
Dia mencontohkan, pemerintah provinsi memberikan penugasan penyediaan DP nol rupiah kepada BUMD. Padahal, seharusnya hal tersebut diserahkan kepada Dinas Perumahan.
“Untuk pengelolaan rumah susun sewa saya kira sudah bagus tinggal bagaimana kualitas hidup para penghuni rusun itu meningkat,” ujar Gembong.
Gembong menambahkan, pemerintah berkewajiban menyediakan hunian yang layak disertai pengelolaan yang baik dan profesional sehingga masyarakat aman memilih hunian tanpa menghadapi berbagai kisruh.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kekompakan Penghuni
Sementara itu, Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna menilai tinggal di tempat bangunan secara bersama bukan perkara mudah, sehingga perlu kekompakan. Sayangnya, banyak penghuni lebih banyak cuek dan tidak peduli akan pemeliharaan tempat hunian yang ditinggali secara bersama tersebut.
“Kunci utama dalam konteks apartemen adalah pengelolaan, kalau manajemennya bagus ya bagus. Pertanyaannya, siapa estate management-nya apakah tetap si pengembang atau dari penghuni. Yang paling penting adalah kalau yang sudah ada pengorganisasiannya berjalan bagus itu sudah bagus,” jelasnya.
Menurut Yayat, polemik antara pengelola dengan anggota TGUPP semestinya tidak terjadi. TGUPP seharusnya fokus memikirkan jalan keluar untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat supaya bisa memperoleh rumah susun milik atau rusunami yang terjangkau dan mudah.
“Itu tanggung jawabnya memberikan solusi. Kalau enggak ada ide gagasan sangat disayangkan,” tutup Yayat.
Advertisement