6 Fakta Menarik tentang Kudus, Tempat Penggodokan Pebulutangkis Kelas Dunia

Tapi, keistimewaan Kudus di Jawa Tengah tak hanya itu. Apa lagi pesona yang dimiliki Kota Santri ini?

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Mar 2021, 09:02 WIB
Masjid Menara Kudus (Sumber: Simas Kemenag)

Liputan6.com, Jakarta - Hanya ada satu daerah di Jawa yang namanya berasal dari bahasa Arab. Daerah yang dimaksud adalah Kudus, Jawa Tengah. Hal ini lantaran lahirnya Kudus berkaitan dengan awal mula masuknya Islam di Indonesia.

Kudus berasal dari kata Al-Quds yang berarti kesucian. Quds kemudian menyesuaikan dengan lidah Jawa dan berubah menjadi Kudus.

Sebelum kedatangan Islam, Kudus merupakan pusat agama Hindu dan Buddha. Untuk menghormati pemeluk agama Hindu, Sunan Kudus mengumumkan kepada seluruh warganya untuk tidak menyembelih dan memakan daging sapi. Hingga kini, pesantren masih hidup di Kudus dan membuatnya berjuluk sebagai kota santri.

Kudus telah menjadi pusat perkembangan agama Islam pada abad pertengahan. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya tiga makam wali atau sunan, yaitu seperti Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Kedu. Luas wilayahnya sebesar 425,15 km persegi dan dikenal sebagai kota penghasil rokok atau kretek terbesar di Jawa Tengah. 

Apa lagi hal-hal menarik tentang Kudus? Liputan6.com merangkum enam fakta di antaranya yang dikutip dari berbagai sumber, Selasa, 23 Maret 2021.

1. Memiliki Gerbang Kota Termegah di Asia Tenggara

Keberadaan gerbang kota menegaskan Kudus sebagai kota kretek. Gerbang ini berada di sebelah barat, tepatnya di perbatasan antara Kabupaten Kudus dan Kabupaten Demak. Desain bangunannya terbilang unik lantaran menyerupai daun tembakau setinggi 12 meter dari permukaan jalan.

Desain ini memiliki nilai filosofi, yakni terdapat lima rukun Islam dan angka sembilan yang memaknai jumlah Wali Songo (Sembilan Wali). Sedangkan, bagian bawah yang berbentuk empat tiang cengkeh yang menopang daun tembakau memiliki makna empat pilar kebangsaan Indonesia yakni Pancasila, UUD 1945.

Gerbang ini dikenal dengan sebutan Gerbang Kudus Kota Kretek (GKKK) yang diresmikan pada 27 April 2016. Gerbang ini menjadi bangunan paling megah se-Indonesia, bahkan se-Asia Tenggara. Bangunan ini juga digadang-gadang menghabiskan biaya sebesar Rp16 miliar.

 


2. Saksi Kelahiran Pemain Bulutangkis Dunia

Daniel Edgar/Ryan Adi Wicaksono menghadapi Carlo Syah Gumilar/Muhammad Faris Andryansyah pada kategori perorangan Liga PB Djarum 2020 di GOR Djarum, Jati, Kudus, Jawa Tengah, Kamis, 10 Desember. (foto: PB Djarum)

Kudus merupakan produsen pemain bulutangkis nasional. Sejarah berawal dari banyaknya karyawan pabrik rokok Djarum pada 1969 yang menyukai bulutangkis. Sejak itu, pimpinan pabrik mengubah tempat melinting rokok menjadi lapangan bulutangkis.

Pada 1974, berdirilah Perkumpulan Bulutangkis Djarum (PB Djarum). Dua tahun berselang, Liem Swi King menorehkan prestasi besar dengan tampil di final All England. Ia bahkan mengulangi prestasi hingga jadi juara All England untuk ketiga kalinya.

Masih banyak beberapa atlet bulu tangkis yang derjaya di kompetisi internasional lahir dari PB Djarum. Ada Alan Budikusuma, Christian Hadinata, Hariyanto Arbi, Hastomo Arbi, Heryanto, Ivana Lie, dan generasi penerus mereka seperti Ihsan Maulana.

3. Dikenal sebagai Kota Santri

Tiap kota dapat mengklaim bahwa kota mereka adalah kota santri. Namun, Kudus menjadi kota santri dalam arti yang sesungguhnya. Kudus adalah salah satu pusat dakwah Islam di Jawa. Hal itu dapat dilihat dari terdapatnya lima makam, yakni Kyai Telingsing, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Kedu, dan Syeh Syadzili.

Sebanyak 86 pondok pesantren di Kudus tersebar di sembilan kecamatan dan menjadi lahirnya para ahli Quran. Banyak pondok yang mengajarkan ilmu Alquran, tetapi ada satu pondok yang sangat terkenal dengan ilmu Alqurannya, yakni Pondok Pesantren Yanbu’ul Quran yang merupakan pondok pesantren warisan KH Arwani Amin. Pesantren itu kini diasuh oleh KH Ulin Nuha Arwani.

4. Menara Masjid Ikon Kota

Salah satu ikon peninggalan sejarah Islam di kota Kudus yang terkenal adalah Masjid Al-Aqsha Menara Kudus di Desa Kauman yang sekaligus menjadi lokasi ziarah makam Sunan Kudus. Masjid yang dibangun oleh Sunan Kudus pada 1549 ini memiliki menara yang menyerupai bangunan candi serta pola arsitektur yang memadukan corak Islam, Hindu, dan Buddha. Hal ini menjadi bukti akulturasi dalam proses penyebaran agama Islam di tanah Jawa.

Menara yang tersusun dari batubata merah tersebut meyerupai Nale Kulkul atau bangunan penyimpan kentongan di Bali. Melalui karakteristik inilah, Masjid Menara Kudus mencerminkan sikap tenggang rasa atau toleransi yang sudah ada sejak dahulu. Adopsi budaya Jawa-Hindu juga terlihat pada pembagian bagian menara menjadi tiga, yaitu kaki, badan, dan puncak bangunan khas Jawa-Hindu.

 

 


5. Dikenal dengan Prinsip Gusjigang

Gerbang Kudus Kota Kretek (dok. Instagram @setiawan_gunarso/ https://www.instagram.com/p/BV6WZ3dltxA/?igshid=tedqnptec9vk / Melia Setiawati)

Prinsip Gusjigang atau yang bermakna bagus, mengaji, dan berdagang ini merupakan filosofi yang diajarkan oleh Sunan Kudus kepada masyarakat Kudus saat itu. Tujuannya agar warga memiliki budi pekerti yang bagus, pandai mengaji, dan juga pandai berdagang.

Prinsip ini menjadi pedoman hidup para pengikutnya seiring perekonomian kota yang mulai bangkit ketika perdagangan lintas negara di Sungai Gelis. Dalam prinsip Gusjigang ini terdapat kekuatan bahwa ilmu agama dan harta benda sama-sama diperlukan. Masyarakat Kudus percaya bahwa rezeki harus diperoleh dengan cara halal. Meski sedikit tapi kalau halal, hasilnya akan bermanfaat.

6. Makanan Khas Kudus

Siapa yang tak kenal dengan Soto Kudus? Soto ini menggunakan daging kerbau, alih-alih daging sapi di dalamnya. Ada pula yang menggunakan daging ayam. Selain itu, terdapat pula kecambah, daun bawang, dan seledri. Soto ini menjadi salah satu peninggalan Sunan Kudus yang saat itu melarang menyembelih sapi untuk menghormati penduduk asli Kudus yang mayoritas beragama Hindu.

Makanan selanjutnya yaitu, Garang Asem. Kuliner satu ini sangat terkenal dan banyak digemari wisatawan. Makanan ini dahulunya dianggap mewah karena hanya bisa dinikmati konglomerat saja. Rasa Garang Asem khas Kudus sangat istimewa dan berbeda dengan Garang Asem daerah lainnya karena menggunakan ayam kampung dan berbagai rempah-rempah yang kuat. (Melia Setiawati)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya