Liputan6.com, Jakarta Laporan terbaru dari Bank of America (BofA) Securities, memperkirakan India bisa menyaingi Jepang sebagai ekonomi terbesar ketiga di dunia setelah AS dan China pada 2031.
Awalnya, divisi investasi perbankan Bank of America memperkirakan hal itu akan terjadi pada tahun 2028. Namun, kemudian direvisi karena guncangan ekonomi yang disebabkan Covid-19 akan membuat perkiraan waktu tersebut molor hingga tiga tahun.
Advertisement
"Kami sekarang memperkirakan India akan muncul sebagai ekonomi terbesar ketiga di dunia pada tahun 2031 dari (perkiraan) sebelumnya tahun 2028 karena guncangan Covid 19," kata ekonom BofA Securities, Indranil Sen Gupta dan Aastha Gudwani dalam laporan tersebut, seperti melansir CNBC, Rabu (24/03/2021).
Para peneliti mencatat PDB India akan mencapai nominal setara Jepang dalam dolar pada 2031 jika persentase pertumbuhan mencapai 9 persen per tahun, dengan asumsi bahwa pertumbuhan PDB riil sekitar 6 persen, tingkat inflasi rata-rata 5 persen dan depresiasi 2 persen.
Jika pertumbuhan menyentuh 10 persen, maka India berpotensi dapat mengalahkan Jepang pada tahun 2030, kata laporan itu.
Namun, sebelum visi tersebut terwujud, India mengalami krisis ekonomi karena langkah lockdown dalam rangka memperlambat penyebaran wabah virus corona. Jutaan pekerjaan musnah, banyak di antaranya hilang secara permanen.
Meskipun ekonomi perlahan membaik, lembaga pemeringkat S&P mengatakan bahwa India menghadapi kerugian permanen sekitar 10 persen dari output ekonominya dibandingkan dengan keadaan sebelum pandemi.
Namun, pendorong struktural pertumbuhan ekonomi dinyatakan menguat. Ini termasuk pendalaman kematangan finansial, munculnya pasar massal karena peningkatan pendapatan dan dividen demografis yang akan datang, yang terjadi ketika suatu negara mengalami pertumbuhan yang cepat karena penurunan tingkat kesuburan dan kematian. Pasar massal mengacu pada pasar di mana barang diproduksi dalam jumlah besar untuk banyak orang.
Penurunan angka kelahiran menyiratkan bahwa terdapat lebih sedikit pula orang yang harus didukung seiring bertambahnya usia atau yang dikenal sebagai menurunnya rasio ketergantungan. Tren ini akan memungkinkan negara-negara untuk mengarahkan sumber daya yang terbatas ke area lain sehingga dapat mempercepat proses pembangunan.
Saksikan Video Ini
Adanya peningkatan pasokan tenaga kerja
BofA Securities juga mengatakan bahwa peningkatan pasokan tenaga kerja akan menurunkan rasio ketergantungan India dalam sepuluh tahun. Hal itu diharapkan dapat membantu mempertahankan tingkat tabungan dan investasi yang tinggi.
Laporan tersebut memperkirakan angkatan kerja terampil India akan tumbuh ketika pekerjaan berskala besar yang terkait dengan COVID-19 dan kehilangan pendapatan berbalik begitu keadaan kembali normal, sebagian didorong oleh meningkatnya lapangan pekerjaan di sektor jasa.
Rasio kredit terhadap PDB, yang merupakan proksi dari kematangan finansial, juga diperkirakan akan meningkat selama dekade ini seiring dengan kemunculan pasar massal yang diatur untuk menekan harga barang. Selain itu, terdapat dua katalis baru yang diharapkan mampu mendukung perubahan struktural yang dapat memimpin pertumbuhan ekonomi di India.
Pertama, Reserve Bank of India (RBI) telah membangun cadangan devisa negara, yang kemungkinan akan membantu menstabilkan rupee India dan mencegah depresiasi besar mata uang selama adanya Covid sebagai disrupsi berskala global ini. Penting juga untuk tetap melihat arus masuk portofolio yang lebih besar dan pengaturan untuk menurunkan biaya pinjaman bagi perusahaan-perusahaan di tingkat domestik.
“Selanjutnya, pelonggaran RBI yang berkelanjutan (pada) akhirnya (akan) menurunkan suku bunga pinjaman riil yang telah menjadi penghambat pertumbuhan sejak 2016,” tulis para ekonom dengan menambahkan, “Kami terus melihat sektor keuangan sebagai penerima manfaat utama dari kisah pertumbuhan India.”
Sebagai informasi, peningkatan kasus virus corona baru-baru ini di India telah menimbulkan kekhawatiran baru atas gelombang kedua infeksi bahkan ketika negara itu terus melakukan upaya vaksinasi besar-besaran untuk menyuntik sekitar 300 juta orang pada tahap saat ini.
Reporter: Priscilla Dewi Kirana
Advertisement