Liputan6.com, Jakarta - Sekuritisasi aset diharapkan mampu menjadi alternatif pendanaan karena masyarakat tak perlu menjual aset yang dimiliki untuk mendapatkan dana yang dibutuhkan.
Dalam hal ini, pemilik hanya perlu mengubah aset yang dimiliki ke dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN), sehingga lebih likuid dan dapat diperjualbelikan seperti Efek Beragun Aset (EBA).
Melihat hal ini, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti mendukung penuh pendaanan ini, terlepas dari banyaknya pelaku usaha yang mengandalkan perbankan.
"Kondisinya saat ini masih banyak yang mengandalkan pembiayaan dari perbankan. Jadi kita perlu mempertimbangkan pembiayaan dari sumber lain, salah satunya sekuritisasi aset ini," kata dia, Rabu (24/3/2021).
Baca Juga
Advertisement
Agar bekerja maksimal, Destry juga menyebut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti ada lembaga penunjang, yakni investment company dan penjamin.
"Masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi ya, contohnya, pembentukan sekuritisasi tidak sama seperti mengajukan kredit ke bank. Apalagi dengan adanya INA/SWF dan sudah dikeluarkannya Omnibus Law Cipta Kerja, kita berharap banyak dana yang akan masuk," ujar Destry.
Senada dengan hal ini, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu, menegaskan bila sekuritisasi aset bisa menjadi investasi aman karena tingkat risiko yang lebih rendah.
"Sekuritisasi aset tentu berdampak bagi perekonomian nasional. Semakin besar pasar sekuritisasi aset, semakin besar pula manfaatnya bagi ekonomi domestik," tuturnya.
Oleh karena itu, Febrio yakin pengembangan pasar sekuritisasi aset akan lebih baik, terlebih mendorong ada surat utang yang kredibel.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Cara OJK Jaga Kredibilitas Efek Beragun Aset-SP
Sebelumnya, menjadi salah satu produk investasi di pasar modal Indonesia, Efek Beragun Aset Berbentuk Surat Partisipasi (EBA SP) tak luput dari perhatian Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menjaga kredibilitas investasi ini, Kepala Eksekutif Pasar Modal OJK Hoesen menegaskan bila pihaknya akan memperhatikan apakah kriteria yang telah ditetapkan sudah dijalankan dengan baik.
"Jadi kita melihat kelas asetnya dulu, jadi yang akan di EBA ini sudah dipilah-pilah dan terdapat kriteria seleksi. Hal ini harus diterapkan oleh pihak terkait," ujar dia dalam Webinar Sekuritisasi Aset, Peluang dan Tantangan, Rabu, 24 Maret 2021.
Selain itu, Hoesen juga menuturkan, bila dana pengelolaan EBA-SP hingga Maret 2021 mencapai Rp4,4 triliun. "Rata-rata pertumbuhan dana kelolaan EBA-SP setiap tahunnya itu mencapai 23 persen. Saat ini, terdapat tujuh produk EBA-SP dengan total dana kelolaan Rp4,4 triliun pada Maret 2021,” ujar dia.
Merupakan surat berharga dari kredit pemilikan rumah (KPR), surat tersebut bisa menjadi instrumen investasi pendapatan tetap dan dapat ditransaksikan di pasar sekunder, setelah melalui proses sekuritisasi.
Dalam pemaparannya, Hoesen menyebut, EBA-SP menyediakan pembiayaan alternatif bagi penyediaan rumah. Investasi ini dapat berupa piutang yang diperoleh kreditur dari pemberian KPR kepada debitur.
"Ini bisa menjadi instrumen alternatif seperti sekuritisasi aset dapat mengakomodasi kebutuhan alternatif sumber pembiayaan lain baik bagi pelaku usaha korporasi maupun pelaku UMKM," tuturnya.
Advertisement