Liputan6.com, Jakarta - Hasil laporan Global Tuberculosis 2020 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk dalam 3 negara dengan kasus tuberkulosis (TB) terbesar di dunia.
Melihat data tersebut, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Tular Vektor dan Zoonosis Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi mengatakan bahwa Indonesia memerlukan upaya penanganan yang komprehensif untuk dapat mencapai eliminasi TB pada 2030.
Advertisement
“Kita tahu bahwa TBC adalah penyakit yang dapat dicegah dan dapat disembuhkan, tapi kita melihat TBC masih menjadi penyakit yang menular dan masih jadi masalah kesehatan baik di tingkat global maupun nasional,” ujar Nadia dalam seminar daring TB Indonesia, Rabu (24/3/2021).
Nadia juga menyinggung tentang kajian mengenai analisis perjalanan pasien TB pada 2017. Dalam kajian tersebut dapat diketahui bahwa ada 24 persen dari orang dengan gejala TB yang mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan.
“Jadi, hanya 24 persen yang mengenali gejala bahwa dia sakit dan kemudian mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan untuk memeriksakan dirinya.”
Artinya, lanjut Nadia, ini merupakan tantangan dan perlu adanya usaha untuk bisa memastikan bahwa pasien tuberkulosis itu bisa mendapatkan akses pengobatan dan menyelesaikan pengobatannya.
Simak Video Berikut Ini
Kapasitas Diagnostik Masih Kurang
Kajian yang sama juga menunjukkan bahwa ada 74 persen orang yang akan mencari pengobatan di fasilitas kesehatan swasta baik pemberi pelayanan kesehatan formal maupun informal.
“Sementara, kita ketahui bahwa kapasitas diagnosis di fasilitas kesehatan sektor swasta formal ini masih sangat terbatas.”
Hasil lain dari kajian tersebut juga menunjukkan ada 2 persen orang dengan gejala tuberkulosis mencari pengobatan di dokter umum maupun di klinik dan sisanya sebanyak 59 persen di rumah sakit.
“Kita tahu bahwa pada 2020, kurang lebih hanya 350.000 kasus tuberkulosis yang telah dilaporkan. Sangat berbeda dengan situasi di 2019 sebelum masa pandemi, kita menemukan 560.000 kasus tuberkulosis.”
Padahal, kasus tuberkulosis di Indonesia setiap tahunnya mencapai 840.000 kasus.
“Ini tentunya jadi catatan kita bahwa untuk menemukan kasus tuberkulosis kita harus lebih banyak menemukan kasus secara aktif, tapi di masa pandemi pencarian kasus secara aktif perlu disertai protokol kesehatan.”
Pencarian kasus TB semakin terhalang dengan masyarakat yang masih ragu untuk datang ke rumah sakit karena takut terinfeksi COVID-19.
“Maka dari itu kita harus mengembalikan penanganan TB kepada jalur yang telah kita tetapkan agar kembali pada jalur sesuai rencana eliminasi TB pada 2030,” pungkasnya.
Advertisement