Saham Apple Cs Masih Alami Aksi Jual, Wall Street Tergelincir

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks saham S&P 500 turun 0,6 persen menjadi 3.889,14 setelah naik 0,8 persen.

oleh Agustina Melani diperbarui 25 Mar 2021, 05:42 WIB
Ekspresi spesialis David Haubner (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melemah pada perdagangan saham Rabu, 24 Maret 2021 seiring aksi jual di saham teknologi menyusul pelaku pasar melakukan rotasi pasar.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks saham S&P 500 turun 0,6 persen menjadi 3.889,14 setelah naik 0,8 persen.

Indeks saham Nasdaq tergelincir dua persen menjadi 12.961,89. Saham Apple, Facebook, dan Netflix merosot lebih dari dua persen, dan saham Tesla turun 4,8 persen.

Indeks saham Dow Jones susut 3,09 poin ke posisi 32.420,06. Pasar dinilai mengalami penurunan yang buruk seiring penurunan saham teknologi yang semakin cepat.

Saham maskapai dan operator kapal pesiar juga bergejolak. Saham operator kapal pesiar turun ke posisi terendah setelah Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit mengatakan kapal pesiar yang membatasi pesanan berlayar akan tetap berlaku hingga 1 November.

Saham Norwegian Cruise Line turun 4,9 persen merespons kabar tersebut. Sementara itu, saham Royal Caribbean dan Carnival masing-masing tergelincir 1,9 persen dan 2,8 persen. Saham Delta dan United Airlines juga tergelincir.

Aksi jual saham teknologi masih terjadi bahkan ketika imbal hasil obligasi terus menurun dari level tertingginya baru-baru ini.

Imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun turun tiga basis poin menjadi 1,61 persen. Imbal hasil obligas menyusut pada hari ketiga setelah suku bunga mencapai level tertinggi dalam 14 bulan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Sektor Saham Energi Menguat

Ekspresi spesialis Michael Pistillo (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Di sisi lain, sektor saham energi menguat 2,5 persen seiring harga minyak kembali naik enam persen. Sektor saham bahan baku dan keuangan juga masing-masing naik 0,7 persen.

"Saham menghadapi volatilitas tetapi menguat di kuartal pertama. Saham siklus yang sensitif terhadap momentum ekonomi terus memimpin. Kami pikir masuk akal untuk memposisikan siklus ekonomi baru dan kuat,” ujar Chief Investment Officer of US Fundamental Equities BlackRock, Tony DeSprito, seperti dilansir dari CNBC, Kamis (25/3/2021).

Pada Rabu, 24 Maret 2021, Ketua the Federal Reserve Jerome Powell dan Menteri Keuangan Janet Yellen muncul untuk hari kedua  di Capital Hill secara virtual.

Berbicara dengan anggota komite senat perbankan, Powell berharap ekonomi alami pertumbuhan yang unggul pada 2021 di tengah pemulihan dari pandemi COVID-19.

"Akan ada tahun yang sangat, sangat kuat dalam kasus yang paling mungkin terjadi. Tentu ada risiko naik dan turun, tetapi ini harus menjadi tahun yang sangat kuat dari sudut pandang pertumbuhan,” ujar Powell.

Ia mengatakan, dalam jangka panjang, pihaknya harus meningkatkan pendapatan untuk mendukung pembelanjaan permanen yang dilakukan.


Saham Intel Melemah

Ekspresi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Saham Intel menghapus keuntungan sebelumnya dan turun lebih dari dua persen, bahkan setelah raksasa chip tersebut mengumumkan rencana untuk kembali. Perusahaan itu mengatakan akan membuka dua pabrik baru untuk memproduksi chip untuk digunakan sendiri dan perusahaan lain.

Investor gelisah karena banyak wilayah di dunia melihat peningkatan kasus COVID-19 karena varian yang sangat menular terus menyebar. Jerman dan Prancis memperluas dan memberlakukan tindakan penguncian baru.

Namun, harapan untuk pembukaan kembali yang sukses di AS tetap tinggi karena laju vaksinasi di negara itu meningkat dengan hampir satu dari lima orang dewasa telah divaksinasi penuh.

“Kasus bull untuk ekuitas adalah persuasif dalam pemulihan ekonomi. Harapan pendapatan telah mengejar tingkat sebelum krisis, risiko di sini tetap baik,” ujar Head of Research TS Lombard Oliver Brennan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya