Liputan6.com, Berlin - Kanselir Jerman, Angela Merkel, membatalkan keputusan lockdown pada Paskah 2021. Merkel mengakui kebijakan untuk meredam COVID-19 itu dianggap belum memiliki persiapan yang matang.
"(Kebijakan) itu memiliki alasan yang baik, tetapi tidak bisa dilaksanakan dalam jangka waktu pendek," ujar Angela Merkel seperti dilaporkan Deutshce Welle, Kamis (25/3/2021).
Baca Juga
Advertisement
"Terlalu banyak pertanyaan, mulai dari kehilangan upah hingga hilangnya waktu di pabrik-pabrik dan fasilitas-fasilitas, yang tidak bisa dijawab dengan baik pada tepat waktu," kata Merkel.
Pemimpin Partai Christian Democratic Union itu juga menegaskan agar masyarakat waspada terhadap gelombang ketiga COVID-19. Jika gelombang baru itu tidak diperlambat, maka hal itu akan menjadi kesalahan.
Merkel juga meminta maaf di parlemen karena membatalkan kebijakannya.
Jerman sebetulnya masih berada dalam kondisi lockdown, namun awal pekan ini pemerintah ingin memperketat kebijakan pada 1 sampai 5 April 2021 pada liburan Paskah.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Paris Pilih Lockdown Sebulan
Ibu Kota Prancis, Paris, akan memberlakukan lockdown selama sebulan karena kekhawatiran akan gelombang ketiga Virus Corona COVID-19.
Sebanyak 15 wilayah lain di Prancis juga akan ditempatkan di bawah tindakan yang sama mulai tengah malam pada Jumat (19/3).
Namun, langkah-langkah ini tidak akan seketat lockdown sebelumnya, menurut Perdana Menteri Prancis Jean Castex, seperti dilansir dari BBC News, Jumat (19/3/2021).
Dalam kebijakan sebelumnya, warga Prancis masih diizinkan untuk berolahraga di luar ruangan.
Dalam 24 jam terakhir, Prancis telah mencatat lebih dari 35.000 infeksi baru COVID-19.
Castex mengatakan "gelombang ketiga" infeksi di negara itu tampaknya semakin mungkin terjadi.
Situasi di Paris sangat mengkhawatirkan dengan 1.200 orang yang berada dalam perawatan intensif di kota tersebut.
Jumlah pasien COVID-19 itu pun lebih tinggi dari puncak gelombang kedua pada November 2020, menurut Menteri Kesehatan Prancis Olivier Veran.
Di bawah langkah-langkah baru pencegahan COVID-19 di Prancis, toko-toko yang tidak penting akan terpaksa ditutup, tetapi sekolah masih bisa dibuka.
Advertisement