Keputusan Memasukkan FABA Sebagai Limbah Non B3 Bisa Bantu Pemulihan Ekonomi

Hasil uji semuanya menunjukkan bahwa FABA bukan bahan berbahaya dan beracun.

oleh Athika Rahma diperbarui 25 Mar 2021, 14:07 WIB
Aktivitas pekerja saat mengolah batu bara di Pelabuham KCN Marunda, Jakarta, Minggu (27/10/2019). Berdasarkan data ICE Newcastle, ekspor batu bara Indonesia menurun drastis 33,24 persen atau mencapai 5,33 juta ton dibandingkan pekan sebelumnya 7,989 ton. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Seluruh insan ketenagalistrikan berterima kasih kepada pemerintah yang telah mengeluarkan FABA dari kelompok Limbah B3 atau Bahan Beracun dan Berbahaya. Langkah ini sudah ditunggu sejak lama. Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) sebagai wadah dari seluruh pemangku kepentingan di bidang kelistrikan, juga berterima kasih dan menyatakan dukungan kepada pemerintah.

Dikutip dari keterangan tertulis, MKI, Kamis (25/3/2021), FABA bukan bahan berbahaya dan beracun. Tingkat racun suatu bahan ditentukan oleh sifat kimia dari bahan tersebut.

Sudah sejak lama dan sudah banyak penelitian telah dilakukan di Indonesia untuk mengetahui komposisi kimia FABA dan sifat racun dengan menggunakan prosedur Internasional TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) – suatu prosedur pengujian karakteristik racun dari setiap material dengan cara pencucian, dimana hasil larutan yang diperoleh dilakukan 16 jenis analisis kimia atas logam berat. Selain analisis Toxic melalui TCLP, FABA juga dilakukan Uji LD50 (Lethal Dose 50).

Hasil uji semuanya menunjukkan bahwa FABA bukan bahan berbahaya dan beracun. Terdapat juga 35 Negara Maju di Eropa, Amerika dan Asia penghasil FABA, termasuk negara-negara Asia yang memiliki PLTU Batu bara yang juga menggunakan batu bara dari Indonesia, sudah sejak lama memasukan FABA sebagai Non Hazardous Waste, serta dikategorikan sebagai Green List of Waste.

Sudah banyak penelitian yang dilakukan di dalam dan luar negeri terkait pemanfaatan FABA. Negara lain penghasil FABA, lebih memfokuskan diri pada upaya pemanfaatan sebagai sumber material bagi banyak kegiatan.

Di Indonesia, selama ini pemanfaatan FABA masih sangat terbatas untuk tahap penelitian, pilot project dan atau pemanfaatan di lokasi setempat di dalam lingkungan PLTU. Salah satu penyebabnya adalah terkait dengan statusnya yang selama ini dikelompokkan sebagai Limbah B3, yang mengharuskan banyak jenis perijinan dengan proses yang lama untuk mendapatkannya. Jenis Perijinan yang diperlukan meliputi tahap produksi, penyimpanan, pengangkutan hingga pemanfaatan.

Dengan dikeluarkannya status FABA sebagai Limbah B3, maka potensi pemanfaatan FABA akan dapat dilakukan secara masal untuk berbagai macam kegiatan. Adapun potensi pemanfaatan FABA antara lain untuk kegiatan Konstruksi seperti: jalan tol, pelabuhan, bandara, jembatan, paving block, beton pra-tekan, road base, bantalan kereta api, rumah tinggal, rumah ibadah, jalan desa, sekolah, asrama TNI/Polri di daerah, rumah dinas, dan lain-lain.

Peran FABA dalam bidang konstruksi dapat menggantikan peran semen, sehingga juga ramah secara lingkungan dan hemat secara ekonomi. FABA juga dapat diproses menjadi bata ringan (light brick) yang sangat cocok untuk konstruksi bangunan bertingkat tinggi. FABA juga material yang kaya sekali akan mineral, juga sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai pupuk pada banyak perkebunan, pertanian, dan juga perladangan.

 


Menghidupkan Ekonomi

Aktivitas pekerja menggunakan alat berat saat menurunkan muatan batu bara di Pelabuhan KCN Marunda, Jakarta, Minggu (27/10/2019). Berdasarkan data ICE Newcastle, ekspor batu bara Indonesia menurun drastis mencapai 5,33 juta ton dibandingkan pekan sebelumnya 7,989 ton. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

FABA dapat dipergunakan untuk menghidupkan ekonomi di sekitar Pembangkit PLTU melalui kegiatan usaha yang bisa dilakukan oleh UMKM, BUMD, Koperasi, Kelompok Usaha di desa setempat.

Sebagai Limbah Non B3, maka FABA akan dapat memenuhi siklus Cradle to Cradle - sebuah prinsip siklus material yang mampu telusur bagi lingkungan, mulai sejak diproduksi menjadi produk lain yang bermanfaat sehingga membentuk siklus yang ramah lingkungan.

Kebijakan Pemerintah untuk tidak memasukkan FABA sebagai Limbah B3 menjadi penopang FABA dapat dipergunakan untuk menghidupkan ekonomi di sekitar Pembangkit PLTU melalui kegiatan usaha yang bisa dilakukan oleh UMKM, BUMD, Koperasi, Kelompok Usaha di desa setempat.

Sebagai Limbah Non B3, maka FABA akan dapat memenuhi siklus Cradle to Cradle - sebuah prinsip siklus material yang mampu telusur bagi lingkungan, mulai sejak diproduksi menjadi produk lain yang bermanfaat sehingga membentuk siklus yang ramah lingkungan.

Kebijakan Pemerintah untuk tidak memasukkan FABA sebagai Limbah B3 menjadi penopang yang potensial dalam membangun Infrastruktur di berbagai daerah baik di kota maupun di pedesaan.

Dengan demikian FABA sebagai Limbah NON B3 juga akan mampu menciptakan banyak lapangan kerja baru bagi kegiatan usaha disekitar sumber penghasil FABA di daerah setempat.

Konsumsi Batu bara di Indonesia sebesar 80 Juta ton per tahun, dengan kadar abu pada kisaran 6 – 10  prsen, maka akan dihasilkan FABA sebanyak 4,8 - 8 juta ton per tahun dengan lokasi yang tersebar diberbagai daerah di Indonesia.

Dengan volumenya yang demikian besar, maka FABA berpotensi untuk menggantikan atau mensubstitusi peran semen untuk keperluan konstruksi di seluruh Indonesia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya