ITAGI: Penggunaan Vaksin AstraZeneca Sudah Mempertimbangkan Manfaat dan Risikonya

Manfaat vaksin AstraZeneca jauh lebih besar dari risikonya. Pemerintah sudah melakukan kajian mendalam mengenai keamanan vaksin ini.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 25 Mar 2021, 15:30 WIB
Botol kosong vaksin COVID-19 AstraZeneca terlihat selama sesi pelatihan cara memberikan suntikan vaksin COVID-19 di Asosiasi Perawat Korea di Seoul, Korea Selatan (17/2/2021). Korsel berencana memulai inokulasi virus COVID-19 dengan vaksin AstraZeneca pada 26 Februari. (AP Photo/Ahn Young-joon)

Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah memberikan rekomendasi penggunaan vaksin AstraZeneca di Indonesia. Setelah izin dari BPOM keluar, Bio Farma langsung mendistribusikan ke beberapa provinsi, salah satunya Jawa Timur untuk digunakan bagi pekerja publik serta tokoh agama termasuk para kiai di sana.

Anggota Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Dr dr Kuntjoro Harimurti SpPD-KGer mengatakan bahwa rekomendasi penggunaan vaksin AstraZeneca yang dikeluarkan pemerintah melalui BPOM itu pasti sudah melewati kajian dan pertimbangan mendalam.

"Masyarakat harusnya percaya kepada keputusan pemerintah menggunakan vaksin AstraZeneca karena hal itu sudah pasti melalui kajian yang mendalam dan sudah mempertimbangkan manfaat serta risikonya,” ungkap Kuntjoro.

Oleh karena itu, masyarakat diharapkan tidak pilih-pilih mengenai vaksin COVID-19 yang digunakan mengingat ketersediaan vaksin yang terbatas.

"Saya menyarankan tidak menolak tapi tetap waspada untuk memperhatikan bila ada kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Bila terjadi efek samping, bisa segera diatasi," kata Kuntjoro.

 

Simak Juga Video Berikut


Manfaat Vaksin AstraZeneca Lebih Besar dari Risiko

Hasil penelitian terkait dengan vaksin COVID-19 AstraZeneca sejauh ini datanya cukup aman. Hanya memang ditemukan beberapa kasus kejadian penggumpalan darah dan penurunan jumlah trombosit pasca diterima vaksin COVID-19 AstraZeneca di sejumlah negara Eropa seperti disampaikan Kuntjoro.

“Namun, kalau lihat dari angkanya sebenarnya sangat kecil sekali hanya sekitar 7 kasus dari 20 jutaan vaksin AstraZeneca yang sudah disuntikkan,” katanya.

Selain itu, ia menegaskan bahwa hingga saat ini belum ditemukan hubungan yangpasti antara penyuntikan tersebut dengan kejadian pembekuan darah dan penurunantrombosit tersebut.

“Dalam ilmu epidemiologi, kita mencari hubungan antara 2 hal. Dalam halini, satu halnya adalah penyuntikan vaksin AstraZeneca, yang kedua adalah kejadian efeksamping tersebut. Sebenarnya kalau mau fair kita harus melihat berapa sebenarnya kejadian pembekuan darah dengan penurunan trombosit tersebut pada populasi yang tidak atau sudah divaksinasi AstraZeneca,” jelasnya.

Dalam dunia kedokteran, khususnya bidang epidemiologi, yang dipertimbangkan adalah risk benefit ratio dari sebuah kasus.

“Jika manfaatnya lebih tinggi dibanding risikonya, maka kitatetap menganjurkan obat atau dalam hal ini vaksin tersebut. WHO juga merekomendasikanhal yang serupa,” tandas Kuntjoro. 


Infografis

Infografis Perbandingan Vaksin Covid-19 Sinovac dengan AstraZeneca. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya