Mitos Vs Fakta tentang Covid-19 ala UGM

Hoaks seputar vaksin Covid-19 bermunculan di masyarakat di tengah program vaksinasi. Pakar Alergi Imunologi, Departemen Penyakit Dalam FKKMK UGM Deshinta Putra Mulya dalam webinar bertajuk Mitos Vs Fakta Seputar Covid-19; Pencegahan, Vaksin, Diagnosis, dan Terapi m

oleh Yanuar H diperbarui 26 Mar 2021, 11:00 WIB
Petugas melakukan skrining warga lanjut usia (lansia) sebelum diberikan vaksin COVID-19 di Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Jakarta Kampus Hang Jebat, Jakarta Selatan, Selasa (23/3/2021). Program vaksinasi itu berlaku bagi lansia pemegang KTP dalam dan luar DKI. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Yogyakarta - Mitos dan fakta vaksin Covid-19 bermunculan di masyarakat di tengah program vaksinasi. Pakar Alergi Imunologi, Departemen Penyakit Dalam FKKMK UGM Deshinta Putra Mulya, dalam webinar bertajuk Mitos Vs Fakta Seputar Covid-19: Pencegahan, Vaksin, Diagnosis, dan Terapi mengatakan, hoaks seputar vaksin salah satunya adalah vaksin Covid-19 membahayakan. 

Ia menegaskan jika hal tersebut tidak tepat sebab dalam pembuatan vaksin telah melalui serangkaian penelitian panjang, baik untuk melihat kemampuan membentuk antibodi, efek samping, hingga efikasi. 

"Jadi pernyataan vaksin Covid-19 berpotensi membahayakan itu tidak benar karena sudah melalui penelitian yang panjang dan setelah diberikanpin dilakukan observasi lagi," katanya, Rabu (24/3/2021).

Deshinta menyatakan informasi lain seputar vaksin Covid-19 yang tidak benar di antaranya vaksin moderna dirancang untuk mengubah DNA manusia. Selain itu vaksin Covid-19 memiliki chip untuk melacak orang.

“Tidak benar vaksin Covid-19 ada chipnya, tidak bisa chip dimasukan melalui injeksi,” katanya.

Vaksin covid-19 telah bermutasi menjadi ribuan Covid-19 baru di seluruh dunia juga dinilai tidak benar. Deshinta menjelaskan jika hal tersebut tidak benar sebab virus Covid-19 dalam  vaksin telah dimatikan sehingga tidak akan menimbulkan mutasi.

“Lalu tidak perlu mematuhi protokol kesehatan setelah divaksin Covid-19 itu juga salah karena antibodi tidak langsung terbentuk setelah vaksin. Selain itu efikasi masing-masing vaksin beda, tidak ada yang 100 persen sehingga masih ada peluang terinfeksi,” ujarnya.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:


Hoaks Covid-19

Pakar Pulmonologi Departemen Penyakit Dalam FKKMK UGM, dr Ika Trisnawati mengatakan, dari awal penyebaran virus corona baru hingga saat ini banyak beredar hoaks melalui berbagai platform media. Hoaks terbaru yang beredar menyebutkan jika pasien Covid-19 tidak dapat lagi terinfeksi kembali karena sudah memiliki kekebalan.

Pernyataan tersebut tidak benar, meskipun sudah ada kekebalan tetapi kekebalan akan turun setelah 2-3 bulan dan saat terjadi penurunan bisa berisiko terinfeksi lagi.

Berikutnya Ika menjelaskan informasi minum mecobalamin dapat mengobati anosmia sebagai gejala Covid-19 tidaklah benar. Sebab pengobatan untuk anosmia tidak menggunakan jenis obat-obatan tersebut. Demikian halnya dengan penggunaan obat herbal China Lianhua Qingwen tidak dapat membantu mengurangi perburukan kondisi Covid-19.

“Sebenarnya Lianhua itu obat herbal yang memiliki kandungan untuk turunkan demam, bersihkan dahak saluran pernafasan, meringankan nyeri tenggorokan. Obat ini memang bisa membantu tapi bukan mengurangi perburukankondisi pasien Covid-19,” jelasnya.

Lalu tentang mutasi virus Covid-19 sangat mematikan, Ika mengatakan informasi tersebut tidaklah tepat. Dari sejumlah penelitian diketahui mutasi virus Covid-19 memang terbukti memiliki daya infeksi yang lebih besar. Namun begitu, belum terdapat bukti ilmiah yang menyebutkan mutasi Covid-19 menjadi sangat mematikan.

“Mutasi terbukti mudah menularkan, tetapi belum ada laporan kalau mutasi menjadi sangat mematikan,” katanya.

Kegiatan webinar fakta dan mitos ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat terkait Covid-19  bagian dari kegiatan peringatan Dis Natalis ke-75 dan Lustrum XV FKKMK UGM.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya