Mudik Lebaran 2021 Dilarang, Organda: Pemerintah Tega Banget

Pengusaha bus kian babak belur usai pemerintah melarang mudik Lebaran 2021 pada 6-17 Mei 2021.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 26 Mar 2021, 16:30 WIB
Suasana penumpang bus antarkota antarprovinsi (AKAP) saat tiba di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta, Minggu (3/1/2021). Berdasarkan data Dishub Terminal Kampung Rambutan per tanggal 2 Januari 2021 jumlah penumpang bus yang tiba di Jakarta sebanyak 34.220 penumpang. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Organisasi Angkutan Darat (Organda) mengatakan, pengusaha bus telah babak belur dan rugi besar akibat pandemi Covid-19 berkepanjangan. Derita itu bakal makin bertambah, karena pemerintah telah melarang mudik Lebaran 2021 pada 6-17 Mei 2021.

DPP Organda Ateng Haryono mengungkapkan, ia sebenarnya masih bersyukur lantaran operasi bus antar kota antar provinsi (AKAP) masih bisa bertahan dari krisis pandemi ini.

"Wong sekarang ini kita sebetulnya kalau diomongin dengan normal kita sudah rugi babak belur nih. Kita mau bertahan hidup aja udah bersyukur banget. Syukur Alhamdulillah kita masih tetap bertahan gini," kata Ateng kepada Liputan6.com, Jumat (26/3/2021).

Namun, ia kini tengah bersiap menghadapi larangan mudik lebaran 2021. Meski mengaku bisa menerima keputusan tersebut, Ateng menyayangkannya lantaran itu bakal makin mempersulit bisnis pengelolaan bus.

"Apalagi ditambah potensi yang mempersulit itu, ya enggak apa-apa, ya cuman kok tega banget. Seharusnya kan mustinya melakukan kesempatan, tapi dimitigasi lebih baik potensi yang bisa muncul jadi persoalan," ujarnya.

Ateng lantas berkaca pada larangan mudik Lebaran 2020, dimana angkutan umum resmi jadi pihak pertama yang diberikan arahan. Sebaliknya, pemerintah seolah abai akan laju kendaraan pribadi selama masa mudik lebaran tersebut.

"Ya kita kan ngikut, kita tidak melawan untuk dilakukan itu. Tapi kalau kemudian pelarangannya hanya berjalan untuk yang resmi saja, kasian mereka. Karena akhirnya yang resminya dilarang, tapi pada akhirnya yang tidak resmi berjalan," tuturnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Mudik Lebaran 2021 Dilarang, Ekonom: Kebijakan Plin Plan, Rugikan Dunia Usaha

Sejumlah kendaraan melintasi ruas Tol Jagorawi, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Mulai 24 April 2020, pemerintah akan memberikan sanksi bagi warga yang nekat keluar masuk wilayah Jabodetabek dan wilayah zona merah virus corona COVID-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Pemerintah resmi melarang masyarakat untuk mudik lebaran 2021, yang berlaku pada 6 hingga 17 Mei 2021.  Dimana masyarakat dihimbau agar tidak melakukan pergerakan atau kegiatan-kegiatan yang ke luar daerah kecuali benar-benar dalam keadaan mendesak dan perlu.

Menanggapi, Ekonom sekaligus Peneliti Institute for Development of Economics (Indef), Bhima Yudhistira, mengatakan kebijakan Pemerintah yang tidak konsisten terkait dengan larangan mudik Lebaran 2021 bisa mempengaruhi ekspektasi dunia usaha.

“Kebijakan plin plan mempengaruhi ekspektasi dunia usaha khususnya sektor tertentu yang sebelumnya berharap ada kenaikan penjualan saat mudik diperbolehkan, misalnya otomotif sudah dapat diskon PPnBM. Lalu genjot produksi tiba tiba kebijakan berubah, itu rencana bisa buyar semua,” kata Bhima saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (26/3/2021).

Di sektor lain, pengusaha fashion misalnya sudah mempersiapkan stok bahan baku, dan sudah mendesain baju lebaran. Namun karena ada larangan mudik Lebaran 2021 maka mereka menanggung rugi.

Lanjut Bhima, selain itu ada juga yang siap merekrut karyawan yang sempat di PHK dengan harapan penjualan semasa mudik naik, maka butuh tambahan tenaga kerja.

“Nah kerugian itu kalau ditotal tentu besar sekali akibat ketidakpastian kebijakan. Jadi pertumbuhan kuartal yang bertepatan dengan lebaran sebelumnya mungkin bisa positif, tapi terpaksa proyeksinya diturunkan kembali,” katanya.

Dengan demikian, untuk menangani dampak dilarangnya mudik tersebut, Bhima menyarankan agar Pemerintah menaikkan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) secepatnya, dan timing pencairan juga harus dipercepat untuk menopang penurunan pendapatan di sektor yang berkaitan dengan mudik misalnya retail, transportasi, perhotelan, restoran dan pakaian jadi.

“Tenaga kerja harus segera diselamatkan bukan dengan Kartu Prakerja ya, tapi dengan bantuan tunai langsung. Ini mencegah kurva huruf K dimana ada sektor yang resesinya makin dalam,” pungkasnya.   

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya