Liputan6.com, Jakarta - Tidak sedikit orang yang mengalami kenaikan berat badan gara-gara pola makan yang tak karuan selama pandemi COVID-19.
Kondisi tersebut dialami langsung Spesialis gizi klinik Rumah Sakit Pondok Indah - Bintaro Jaya, dr Diana F Suganda SpGK, yang selama satu tahun terakhir kerap menerima pasien dengan permasalahan berat badan.
Advertisement
"Di poli gizi yang konsul dengan saya pas datang bilangnya 'Dok, saya 10 bulan naik 10 kilo (kilogram/kg). Itu tuh saya alami sendiri," kata Diana dalam webinar Refleksi Setahun Pandemi: Masyarakat Semakin Abai atau Peduli belum lama ini.
Diana, mengungkapkan, dari 10 orang pasien dewasa, lima di antaranya mengeluhkan soal berat badan yang melonjak selama pandemi COVID-19.
"Jadi, ada sekitar 50 persen berdasakan pengalaman pribadi," katanya.
Simak Video Berikut Ini
Adaptasi Berubah-Ubah
Diana tak mempungkiri bahwa selama pandemi COVID-19 menyebabkan semua orang beradaptasi yang berubah-ubah. Ditambah lagi dengan kurangnya aktivitas, serta kebiasaan makan yang mengonsumsi segala macam makanan.
"Naik, naik, naik terus jadinya berat badannya," Diana melanjutkan.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, obesitas pada dewasa naik tinggi sekali bila dibandingkan dengan Riskesdas 2013.
Ini baru 2018, belum pandemi COVID-19. Jika pada 2013 proporsi obesitas pada orang dewasa berada di angka 14,8, pada 2018 naik menjadi 21,8.
Advertisement
Pandemi COVID-19 Mengubah Segalanya
Pandemi COVID-19, kata Diana, telah mengubah segalanya. Yang tadinya biasa berolahraga di luar rumah, jadi tidak bisa. Belum lagi segala sesuatu yang kaitannya sama kerjaan atau pendidikan, dilakukan secara daring.
Sejak pagi sudah dituntut untuk duduk di depan gawai. Alhasil, tanpa sadar turut memengaruhi pola makan kita.
"Selama pandemi COVID-19, rute kita sehari-hari tidak jauh dari ruang kerja, meja makan, dapur, balik ke ruang tamu, balik lagi ke meja makan atau kulkas. Putarnya di situ-situ saja," katanya.
Selain itu, kecanggihan teknologi membuat kita bisa melakukan segalanya. Misal, ketika malas masak, kita pun bisa pesan makanan melalui ponsel.
"Cuma biasanya makanan yang dipesan itu tinggi kalori, garam, rendah serat, dan karbohidrat sederhana. Berapa banyak sih dari kita yang kalau pesan makanan gitu pesannya sayur atau makanan sehat?," Diana menekankan.
Kita pun makan sambil kerja, akhirnya tidak sadar berapa banyak porsi yang masuk. Padahal kalau kita makan sambil fokus, kita sadar berapa banyak yang kita makan. Akibatnya, asupan makan berlebih.Belum lagi sehabis kerja, capek, nonton Netflix atau drakor. Tidak sadar terus nonton sampai larut malam. Lapar, celingukan lagi di dapur. Jam tidur juga jadi berkurang. Begitu terus.