Liputan6.com, Beijing - TV China, Kamis (25/3), menyerukan pemboikotan terhadap H&M dan mengecam merek pakaian dan sepatu itu karena mengikuti sanksi Barat terhadap pejabat China yang dituduh melakukan pelecehan HAM di kawasan Xinjiang.
Partai Komunis yang berkuasa mengecam H&M karena pada Maret 2020 mengatakan, pihaknya akan menghentikan pembelian kapas dari kawasan di China barat laut itu. Perusahaan Swedia itu bergabung dengan merek-merek lain dalam mengungkapkan keprihatinan terkait laporan kerja paksa disana.
Advertisement
Harian partai, the Global Times, juga mengecam pernyataan yang diberikan oleh Burberry, Adidas, Nike, New Balance, dan Zara sehubungan isu Xinjiang sejak dua tahun yang lalu.
“Untuk bisnis yang meraih keuntungan dari negara kita, tanggapannya sudah jelas: jangan beli dari mereka!” Demikian kata Televisi China di akun media sosialnya.
Serangan ini menyusul keputusan pada Senin (22/3) oleh blok Uni Eropa yang beranggotakan 27 negara, Amerika, Inggris, dan Kanada untuk memberlakukan sanksi perjalanan dan finansial terhadap empat pejabat China karena pelecehan di Xinjiang.
Lebih dari satu juga orang di Xinjiang, kebanyakan adalah etnis Muslim telah dimasukkan ke dalam kamp-kamp kerja, demikian menurut peneliti dan pemerintah asing. Beijing membantah melakukan penganiayaan terhadap mereka, dan katanya pemerintah berusaha menggalakkan pembangunan ekonomi dan memberantas radikalisme
Simak video pilihan berikut:
Balasan Terkait Isu Xinjiang, China Jatuhkan Sanksi untuk 9 Orang dan 4 Entitas Inggris
Pemerintah Inggris menjatuhkan sanksi kepada pajabat di Xinjiang berupa travel ban dan pembekuan aset. Sanksi diberikan terkait dengan pelanggaran HAM terhadap warga Uighur di Xinjiang, China.
Tak terima dengan sanksi Inggris, Pemerintah China juga mengumumkan sanksi terhadap sejumlah individu dan entitas Inggris yang relevan.
Menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri China, Inggris telah menjatuhkan sanksi sepihak terhadap individu dan entitas China yang relevan, mengaitkannya dengan apa yang disebut sebagai isu hak asasi manusia (HAM) di Xinjiang.
Advertisement