Sulut Hentikan Vaksinasi AstraZeneca Usai Warga Demam, Sakit Kepala dan Badan Sakit

Jubir Satgas Percepatan Penanganan COVID-19 Sulut, dr Steven Dandel MPH kemudian mengklarifikasi sejumlah poin terkait dihentikan sementara vaksinasi menggunakan AstraZeneca itu

oleh Yoseph IkanubunLiputan6.com diperbarui 28 Mar 2021, 08:00 WIB
Gambar ilustrasi menunjukkan botol berstiker "Vaksin COVID-19" dan jarum suntik dengan logo perusahaan farmasi AstraZeneca, London, Inggris, 17 November 2020. Vaksin buatan AstraZeneca yang bekerja sama dengan Universitas Oxford ini disebut 70 persen ampuh melawan COVID-19. (JUSTIN TALLIS/AFP)

Liputan6.com, Manado - Vaksinasi COVID-19 menggunakan vaksin AstraZeneca di Provinsi Sulawesi Utara dihentikan sementara setelah warga yang divaksin merasakan dampak seperti demam, menggigil, sakit kepala, badan terasa sakit dan lemas.

"Dihentikan sementara sambil menunggu penjelasan dan pernyataan resmi dari Kementerian Kesehatan dan WHO Perwakilan Indonesia terkait surat resmi yang kami kirimkan 26 Maret 2021," sebut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, dr Debie KR Kalalo MScPH di Manado, Sabtu, dikutip Antara.

 

Jubir Satgas Percepatan Penanganan COVID-19 Sulut, dr Steven Dandel MPH kemudian mengklarifikasi sejumlah poin terkait dihentikan sementara vaksinasi menggunakan AstraZeneca itu.

Ia menyebutkan hal ini dilakukan sebagai langkah kehati-hatian (precaution) mengingat adanya angka kejadian Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) sebesar lima sampai 10 persen dari total yang divaksin AstraZeneca.

KIPI ini hadir dalam bentuk gejala demam, menggigil, nyeri badan, nyeri tulang, mual dan muntah.

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:


Efek Samping Vaksin

Dokter Steaven menjelaskan dalam Emergency Use Authorization (EUA) vaksin AstraZeneca, sebenarnya telah disebutkan bahwa KIPI ini adalah efek samping (adverse effect) yang sifatnya sangat sering terjadi artinya satu di antara 10 suntikan) dan sering terjadi (common -1 di antara 10 sd 1 di antara 100 suntikan).

"Kami perlu mempersiapkan komunikasi risiko kepada masyarakat untuk dapat menerima fakta ini. Supaya tidak terjadi kepanikan di masyarakat," sebutnya.

Komunikasi risiko yang diambil, langkah pertamanya kata dia, didahului dengan investigasi oleh Komda KIPI bersama Dinkes, Kemenkes dan WHO, sebelum dilakukan media release.

"Langkah ini juga perlu dilakukan untuk menyesuaikan pola dan pendekatan vaksinasi terutama yang targetnya adalah unit usaha atau institusi. Supaya tidak dilakukan dalam waktu yang bersamaan terhadap karyawannya. Tetapi bertahap, agar supaya unit usaha tidak perlu ditutup kalau ada banyak karyawan yang terdampak KIPI," ujarnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya