Liputan6.com, Jakarta - Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan bahwa Washington merasa "ngeri" dengan kematian yang terajadi di hari Sabtu (27/3) di Myanmar.
Puluhan orang tewas oleh pasukan keamanan selama protes pada hari paling mematikan sejak pengambilalihan militer negara itu bulan lalu.
Mengutip BBC, Minggu (28/3/2021), pembunuhan, yang dilaporkan berjumlah 90 orang --dengan beberapa sumber menyebut melebihi 100-- menunjukkan "bahwa junta akan mengorbankan nyawa orang untuk melayani dalam jumlah yang sedikit," kata Blinken.
Advertisement
"Orang-orang Burma yang berani menolak pemerintahan teror militer."
Kedutaan AS sebelumnya mengatakan pasukan keamanan "membunuh warga sipil tak bersenjata", sementara delegasi Uni Eropa untuk Myanmar mengatakan kejadian tersebut akan "tetap terukir sebagai hari teror dan aib".
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan dia "sangat terkejut", dan Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab menyebutnya sebagai "kemunduran baru".
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kekerasan di Myanmar
Tindakan keras mematikan terhadap warga sipil bahkan termasuk anak-anak, terjadi ketika pengunjuk rasa menentang peringatan dan turun ke jalan di kota-kota.
Kelompok pemantau Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik (AAPP) mengkonfirmasi setidaknya 91 kematian, sementara media lokal menyebutkan angkanya lebih tinggi.
"Mereka membunuh kami seperti burung atau ayam, bahkan di rumah kami," kata penduduk Thu Ya Zaw kepada kantor berita Reuters di pusat kota Myingyan.
"Kami akan terus memprotes."
Kekerasan terbaru membuat jumlah yang terbunuh dalam penindasan protes di Myanmar sejak kudeta 1 Februari menjadi lebih dari 400 orang.
Militer menguasai negara Asia Tenggara itu setelah pemilu yang dimenangkan oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Aung San Suu Kyi.
Advertisement