Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan memiliki dasar dalam memanggil seseorang sebagai saksi, termasuk pakar komunikasi Effendi Gazali. Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menyatakan KPK tidak akan gegabah dalam memeriksa pihak terkait.
"Prinsipnya, KPK tentu tidaklah gegabah memanggil seseorang untuk dimintai keterangan dalam proses peradilan," kata Lili saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu.
Advertisement
Effendi sempat diperiksa dalam kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara pada, Kamis, 25 Maret 2021.
Saat itu, Effendi Gazali dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemensos Matheus Joko Santoso.
"Penyidik memanggil yang bersangkutan sebagai saksi tentu karena ada kebutuhan penyidikan," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya beberapa waktu lalu.
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP), saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Hal tersebut termaktub dalam Pasal 1 angka 26 KUHAP.
Menurut Ali, pemeriksaan terhadap Effendi Gazali dilakukan berdasarkan keterangan saksi lain atau tersangka maupun bukti pendukung lain seperti dokumen, yang telah dikantongi penyidik KPK mengenai keterkaitan Effendi dalam pelaksanaan pengadaan bansos.
Atas dasar keterangan dan bukti tersebut, penyidik memanggil Effendi untuk mengonfirmasi lebih jauh.
"Ada data dan informasi yang perlu dikonfirmasi kepada yang bersangkutan terkait dengan pelaksanaan pengadaan bansos dimaksud," kata Ali.
Sebelumnya, Ali menyatakan dalam pemeriksaan tim penyidik mencecar Effendi mengenai dugaan adanya rekomendasi agar salah satu perusahaan menjadi vendor atau rekanan dalam pengadaan bansos Covid-19.
Usulan itu disampaikan Effendi melalui mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) sekaligus kuasa pengguna anggaran (KPA) di Kemensos Adi Wahyono. Adi merupakan salah satu tersangka penerima suap.
"Effendi Gazali, didalami pengetahuannya terkait pelaksanaan pengadaan bansos di Kemsos tahun 2020 antara lain terkait adanya dugaan rekomendasi salah satu vendor yang diusulkan oleh saksi melalui tersangka AW (Adi Wahyono) untuk mengikuti pengadaan Bansos di wilayah Jabodetabek tahun 2020 di Kemsos," kata Ali.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Data Kuota Palsu
Effendi sendiri usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK mengklaim namanya tidak ada dalam berita acara pemeriksaan (BAP) tersangka Matheus Joko Santoso. Effendi menyebut tuduhan jika dirinya memiliki kuota bernilai puluhan miliar adalah data palsu.
"Tadi sudah terbukti bahwa nama saya tidak ada di BAP-nya Matheus Joko," kata Effendi usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 25 Maret 2021.
Meski demikian, Effendi mengakui dirinya sempat bertemu dengan Adi Wahyono saat menjadi moderator dalam seminar nasional riset tentang bansos pada 23 Juli 2020. Saat itu Effendi mengaku meminta agar kuota pengadaan bansos juga diberikan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Effendi meminta agar UMKM diberikan kuota bansos agar tak hanya perusahaan besar saja yang mendapat kuota tersebut. "Ya kan kalah bersaing dengan dewa-dewa. Ya karena kuotanya sudah habis diambil dewa-dewa," kata Effendi.
Namun, Effendi membantah pernyataannya tersebut terkait kuota salah satu UMKM, yakni CV Hasil Bumi Nusantara. Berdasarkan informasi, CV Hasil Bumi Nusantara mengerjakan 162.250 paket pada tahap pertama dengan nilai kontrak Rp 48.675.000.000.
Pada tahap ke-8, CV Hasil Bumi Nusantara mengerjakan 20.000, dengan pelaksana Susanti. CV Hasil Bumi Nusantara didug terafiliasi dengan Effendi Gazali.
"Jangan berbicara satu, kami waktu itu berbicara tentang banyak yang UMKM, mengenai siapa kemudian dapat berapa silakan tanya ke penyidik," kata dia.
Namun sayang Effendi tak menjelaskan lebih jauh pernyataannya soal kuota bansos dimiliki 'dewa-dewa'. Effendi justru mempertanyakan, kapan pihak-pihak yang lebih besar terkait kasus bansos ini dipanggil dan diperiksa oleh penyidik KPK.
"Pertanyaannya yang paling terakhir begini, saya kan sudah dipanggil nih, kalau KPK benar-benar ingin menegakkan keadilan, yang besar-besar kapan nih dipanggilnya," kata Effendi.
"Ya, iya dong, anda tau lah, anda suka begitu. Saya sudah datang, saya sudah dipanggil memenuhi panggilan walau pun kemarin (panggilannya) cuma di WA, saya datang, nah yang besar-besar kapan nih dipanggilnya," kata dia.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan mantan Mensos Juliari Peter Batubara dan empat tersangka lainnya sebagai tersangka suap terkait program bantuan sosial penanganan virus corona (Covid-19) di wilayah Jabodetabek tahun 2020.
Keempat tersangka lainnya dalam kasus ini adalah, pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta.
KPK menduga, berdasarkan temuan awal, Juliari menerima Rp 10 ribu perpaket sembako dengan harga Rp 300 ribu. Namun menurut KPK, tak tertutup kemungkinan Juliari menerima lebih dari Rp 10 ribu. Total uang yang sudah diterima Juliari Rp 17 miliar.
KPK juga menduga Juliari menggunakan uang suap tersebut untuk keperluan pribadinya, seperti menyewa pesawat jet pribadi. Selain itu, uang suap tersebut juga diduga dipergunakan untuk biaya pemenangan kepala daerah dalam Pilkada serentak 2020.
Advertisement