Liputan6.com, Jakarta Di era pandemi COVID-19, terapi plasma konvalesen (TPK) menjadi salah satu upaya yang dilakukan untuk menekan kasus kematian akibat infeksi virus corona.
Terapi ini dilakukan dengan pemberian plasma atau cairan darah. Cairan ini diambil dari seseorang yang memiliki zat antibodi terhadap penyakit tertentu dan diberikan kepada pasien yang sedang sakit.
Advertisement
Dalam situasi pandemi COVID-19, donor plasma konvalesen memiliki tujuan memberi antibodi virus SARS-CoV-2 kepada penerima donor (resipien).
Ketua Kolegium Kedokteran Indonesia dr. Putu Moda Arsana, SpPD-KEMD, FINASIM, menyebutkan beberapa bukti bahwa terapi ini memang bermanfaat.
“Studi populasi di Amerika yang dilaporkan Mayoclinic menunjukkan ada 32 ribu pasien gejala berat dan kritis yang diberi plasma konvalesen. Pasien yang diberi plasma lebih cepat angka kematiannya lebih sedikit dari pasien yang diberikan plasma setelah selang waktu lama,” ujar Putu dalam seminar daring Plasmahero.id, ditulis Selasa (30/3/2021).
Pasien yang diberi TPK sebelum tiga hari angka kematiannya 8,7 persen. Sedang, pasien yang diberi TPK setelah tiga hari angka kematiannya 11,9 persen, tambahnya.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Berikut Ini
Temuan Lainnya
Studi tersebut juga menunjukkan, orang yang diberi TPK dengan kadar (titer) tinggi maka angka kematiannya lebih rendah dari orang yang diberi TPK dengan titer rendah, kata Putu.
“Ini sangat masuk akal karena memang dia (plasma konvalesen) berfungsi untuk menetralkan virus.”
“Jdi intinya, penelitian dari 32 ribu pasien-pasien ini menunjukkan bahwa lebih cepat lebih baik, lebih tinggi titernya maka lebih baik, paling bagus kalau 3 hari setelah diagnosis.”
Penelitian lain yang dipublikasikan pada 27 Januari 2021 menunjukkan bahwa pemberian TPK dengan titer tinggi pada pasien lanjut usia (lansia) tapi gejala ringan akan menurunkan perkembangan atau peningkatan keparahan penyakit.
Putu juga melakukan penelitian pada 40 pasien COVID-19 di Malang, Jawa Timur. 20 pasien adalah kelompok yang diberi TPK dan 20 pasien lainnya tidak.
“Hasilnya, angka kematian di kelompok TPK ada 6, sedangkan di kelompok yang tidak diberi TPK ada 8 orang yang meninggal,” tutupnya.
Advertisement